SUMBER, SC- Sejumlah warga Desa Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon mendatangi Mapolresta Cirebon, Selasa (17/11).
Kedatangan mereka ke Mapolresta Cirebon guna meminta audiensi dengan Kapolresta Cirebon terkait laporan dugaan pungutan liar (Pungli) Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di desa tersebut, pada tahun 2018 lalu.
Juru bicara warga setempat, Hasan (60) mengatakan, kedatangan mereka disambut baik pihak Polresta Cirebon.
“Alhamdulillah, tadi kami disambut baik dan diarahkan pihak Polresta. Kami dijadwalkan waktu audiensi satu minggu atau minggu depan,” kata Hasan.
Menurut Hasan, permintaan audiensi dilakukan untuk menanyakan kasus yang sudah dilaporkan pihaknya tahun kemarin, tepatnya pada bulan Oktober 2019. Dalam audiensi nanti, pihaknya akan meminta aparat penegak hukum untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana dalam kasus tersebut.
“Kalau tidak ada pidananya ya kami ingin pihak kepolisian segera menerbitkan SP3-nya. Sebaliknya, kalau memang ada pidananya, kami minta segera gelar perkara atau dinaikkan statusnya. Itu harapan kami,” kata Hasan.
Sejak daporkan pada bulan Oktober 2019 lalu, kata Hasan, memang poses hukumnya sudah berjalan. Bahkan, pihaknya sudah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari petugas Kepolisian sebanyak enam kali. SP2HP keenam atau terakhir diterima pihak pelapor pada bulan Juli 2020 kemarin.
BACA JUGA: IAIN Cirebon Dinyatakan Lulus Jadi UIN, Tinggal Tunggu Kepres
“SP2HP terkahir memanggil BPN, tapi tiga kali dipanggil tidak hadir,” papar Hasan.
Dijelaskan Hasan, kasus tersebut dilaporkan oleh warga setempat, Basri. Menurutnya, Basri melaporkan panitia PTSL karena adanya dugaan pungli di dalam pelaksanaan program tersebut. Dimana, setiap pemohon PTSL dipungut biaya bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu, Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Padahal, sesuai SKB tiga Menteri, pembuatan sertifikat dalam program PTSL itu pemohon hanya dikenai biaya sebesar Rp 150 ribu.
Sementara itu Kasubag Humas Polresta Cirebon, Iptu Suwito, mengatakan, surat permohonan audiensi tersebut masih berproses untuk bisa sampai ke tangan Kapolresta. Sehingga, audiensi tidak bisa dijadwalkan secara serta merta. Melainkan harus menunggu penjadwalan waktu dari Kapolresta Cirebon setelah suratnya sampai dan dibaca Kapolresta.
“Suratnya kan belum nyampe, baru ke Sium. Lalu kemudian baru ke ajudan. Jadi Beliau (Kapolresta) kan belum baca, kalau sudah dibaca baru dijadwalkan waktunya,” kata Suwito.
Ia menjelaskan, proses kasus tersebut memang sedang berjalan. Hal itu, terbukti adanya beberapa SP2HP yang sudah disampaikan ke pelapor. “Itu prosesnya masih lidik,” paparnya. (Islah)