KEDAWUNG, SC- Untuk menghargai keinginan warga sekitar yang sempat menolak dan keberatan dengan dijadikannya lokasi tersebut sebagai tempat isolasi mandiri, pihak pengelola fasilitas karantina bagi pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Hotel Oyo Pondok 24 yang berlokasi di Jalan Kepudang, Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, berjanji tidak akan melakukan operasi sebelum ditemukan kesepakatan dengan semua pihak.
Manajer Operasional Fasilitas Karantina Hotel Oyo Pondok 24 , Kamal Putra Pratama, kepada wartawan, Senin (23/11/2020), mengatakan, sambil menunggu kesepakatan, pihaknya juga akan menempuh sejumlah proses dijalankannya proses mediasi, komunikasi dan edukasi kepada masyarakat sekitar agar bisa sama-sama mengerti dengan kondisi pandemi ini.
“Berbagai proses pun akan kami tempuh demi membantu masyarakat yang terpapar dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Arahan dari Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon melalui Bupati yang ditindaklanjuti ke tingkat bawahnya sangat kami harapkan. “Intinya kami berjanji tidak akan menjalankan kegiatan proses ini sebelum adanya jalan tengah yang enak bagi semua pihak,” ujar Kamal Putra Pratama.
Ia mengaku memaklumi penolakan warga setempat atas keberadaan lokasi karantina yang berada di kawasan pemukiman, karena berbagai faktor. Terutama, warga yang ketakukan akan adanya paparan virus Covid-19 di wilayah lokasi karantika yang dinilai bisa menyebar ke warga sekitar.
Namun, pihaknya memastikan lokasi fasilitas karantina dari sisi keamanan dari penyebaran Covid-19 bisa terjaga dengan maksimal. Ia menyebut standar isolasi mandiri di fasilitas penginapannya bisa dipastikan dan dijamin paling aman. Karena, mulai dari penerapan sistem dan sisi zonasinya terbagi empat, yakni zona merah, kuning, hijau dan orange.
“Zona ini hanya dimiliki pada tatanan manajemen level tinggi, dalam formulanya sudah terbukti dengan tahap pengelolaan karanti hingga bisa menekan zero ekposure baik di area internal dan ekternal,” paparnya.
Konsep tersebut, kata dia, disadur dari pola Nubika (Nuklir Bio Kimia) dan bisa menjamin dalam melakukan dekontaminasi paparan. Dijelaskan Putra, dari sisi ekslusifitas penangan pasien mulai penjemputan hingga perawatan, sangat ketat dan ditangani secara profesional. Karena itu, jika yang dikhawatirkan adalah paparannya, maka sangat minim sekali. Sebab, pengawasan dan perawatan yang dilakukan sangat ketat dan tidak akan bisa keluar penyebarannya.
“Konsep ini bahkan sudah dijalankan di delapan daerah se Indonesia. Alhamdulillah hasilnya maksimal. Dari 100 pasien yang dirawat, dalam waktu maksimal 14 hari, 90 persen diantaranya bisa sembuh kembali. Bahkan beberapa hari berikutnya bisa menyusul 100 persen,” terangnya.
Putra menambahkan, khusus untuk standarisasi di fasilitas karantina Hotel Oyo Pondok 24, hanya bisa menampung maksimal 32 Population On Board (POB). Untuk pembagiannya, yakni dari 20 pasien dilengkapi 2 orang dokter, 8 perawat, 8 hoskeping, 4 security, 1 supervisior dan 1 manager operational. “Standar isolasi karantina kami bisa dikatakan paling aman. Semoga masyarakat bisa mengerti dan memahami terutama bisa lebih mengedepankan sisi kemanuasiaan dan keleluasaan,” ungkapnya.
Sebelumnya, puluhan pekerja PLTU Cirebon Power yang terkonfirmasi Positif Covid-19 dan diisolasi mandiri pihak manajemen di hotel Qintani mendapat penolakan warga Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Secara tegas, warga di sekitar kawasan hotel Qintani dan Pondok 24 di jalan Kepudang desa setempat menolak wilayahnya dijadikan isolasi mandiri.
Terlebih, informasi yang beredar menyebutkan, puluhan karyawan yang tengah menjalani isolasi mandiri kedapatan keluar masuk hotel tanpa memegang teguh protokol kesehatan sebagaimana mestinya. Ketua RW 03 Widarasari, Desa Sutawingun, Abed Wenda, mengatakan, sejumlah karyawan PLTU Cirebon Power yang terkonfirmasi positif Covid-19 masuk di Hotel Qintani sejak senin malam pekan lalu. Menurutnya, warga menolak karena hotel tersebut berada tepat di wilayah pemukiman warga. “Kalau pihak dari hotel qintani juga mengaku kecolongan karena vendor tidak mengaku itu sebagai pasien Covid-19,” ucap Abed.
Parahnya lagi, kata dia, vendor mengaku sejumlah orang tersebut hanya sebagai pendatang yang akan ditempatkan sementara di hotel tersebut. “Malam itu juga sebanyak 26 karyawan PLTU kembali keluar dari hotel pada pukul sebelas malam. Rencananya selama enam bulan hotel akan dijadikan sebagai tempat isolasi mandiri karyawan PLTU. Makanya warga menolak,” kata Abed.
Sementara itu, Kuwu desa Sutawinangun, Dias Fahnuritasari, mengatakan, penolakan warga bukan tanpa alasan. Selain pihak desa belum menerima laporan resmi penolakan itu terjadi karena kawasan hotel berlokasi di pemukiman penduduk, sehingga dinilai rentan akan risikonya kedepan. “Seharunya memang ada ijin wilayah, RT, RW dan Desa. Kenyataannya tidak ada informasi pemberitahuan, tentu warga menolak. Selain itu, kawasan hotel merupakan daerah padat penduduk. Makanya sangat riskan untuk dijadikan rekomendasi tempat isolasi,” ujar Dias.
Ia menambahkan, alasan penolakan warga lainnya, karena desa Sutawinangun pernah menjadi zona merah Covid-19. Sehingga khawatir terjadi hal serupa. Sedangkan perihal klaim adanya rekomendasi dari vendor PLTU, lanjut Kuwu, tidak memakai surat resmi, melainkan hanya secara lisan. “Kesepakatan warga, intinya meminta kawasan ini tidak dijadikan lokasi isolasi mandiri karena sejumlah pertimbangan. Nanti kami akan koordinasi lebih lanjut dalam menyelesaikan permasalahan ini,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Cirebon, Alex Suheryawan, mengatakan, pihaknya telah memberikan lima rekomendasi kepada PLTU Cirebon Power terkait prosedur penanganan Covid-19 di kawasan industri tersebut. Namun dengan catatan, melalui rekomendasi diantaranya memberikan edukasi pada masyarakat, berkoordinasi dengan Pemerintah Desa, Camat, Danramil, dan Polsek setempat. Lalu melaksanakan protokol kesehatan di PLTU I maupun II, menjaga keamanan persetujuan RT RW, serta menjaga protokol kesehatan dan ketertiban masyarakat sekitar tempat isolasi mandiri dan mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita sudah berikan rekomendasi kepada PLTU. Isinya sangat tertib dan perlu dikaji lebih dalam,” kata Alex. Ia menegaskan, dalam pemenuhan hotel sebagai lokasi yang dijadikan tempat isolasi mandiri, harus sesuai dengan rekomendasi yang sudah dikeluarkan. “Kita enggak masuk secara teknis, kami hanya memberikan rekomendasi kepada PLTU,” ucap Alex.
Terkait penolakan warga, Alex menjelaskan, pihaknya hanya memberikan kesempatan kepada PLTU melalui vendornya dalam menentukan isolasi mandiri dengan ketentuan rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Pemkab Cirebon. Pihaknya berharap, bagi masyarakat sekitar dipersilahkan memantau isolasi mandiri dengan turut memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku disekitar hotel yang dijadikan tempat untuk isolasi mandiri bagi sejumlah karyawan PLTU yang terkonfirmasi Covid-19.
“Dari pada nanti yang terpapar berkeliaran di masyarakat, itu akan lebih membahayakan. Maka lebih baik di tempatkan yang terkawal protokol kesehatan sesuai regulasi Kemenkes,” paparnya. Alex menanggapi penolakan itu sebagai hak masyarakat, sehingga pihaknya menyerahkan kepada pihak vendor sebagai fasilitator antara PLTU dengan masyarakat.
“Yang akan menyosialisasikan dan memberikan kesadaran dari masyarakat ada di vendor yang ditunjuk oleh PLTU. Hal itu untuk mencari tempat isolasi mandiri yang terbaik dalam pelaksanaan itu dan bisa kondusif kedepannya,” ungkapnya. (Islah)