KABUPATEN CIREBPN, SC- Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Hermanto mengatakan, setiap warga negara yang tidak puas terhadap peraturan perundang-undangan yang ada termasuk peraturan daerah (perda), berhak melakukan gugatan atau judicial review.
Hal itu dikemukakan Hermanto, menanggapi adanya rencana gugatan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2018-2038 oleh Aliansi Rakyat Cirebon Menggugat (ARCM).
“Apapun peraturannya itu boleh, tentunya kami juga akan melihat hal apa yang akan digugat, harus jelas. Karena, sampai sekarang saya juga belum jelas yang digugat pasal berapa? Itu harus jelas. Secara resmi kami belum melihat,” kata Hermanto, Selasa (23/2/2021).
Menurut Hermanto, hingga saat ini pihaknya juga belum pernah diajak bicara oleh ARCM. Minimal, kata dia, melakukan audiensi terkait hal tersebut dengan Komisi III.
“Apa yang perlu direvisi, apa yang perlu dicabut. Itu yang jelas belum pernah ada dari aliansi untuk meminta audiensi atau sejenisnya,” katanya.
Ia mengakui, adanya perbedaan persepsi tentang penerapan zona hijau antara BPN dan Pemda.
“Itu yang dimaksud pertimbangan teknis (Pertek) yang perlu disesuaikan. Bagi kami, tim perda ada eksekutif ada legislatif. Itu berkeyakinan bahwa perda ini sudah sesuai,” tegasnya.
Namun, lanjut Hermanto, dari BPN menyatakan ada poin-poin yang tidak sesuai.
“Itu yang kami temukan, tapi kalau dalam hal yang nakal tentang pemanfaatan perda sendiri, saya belum menemukan,” katanya.
Memang, diakuinya, ada beberapa perusahaan “yang mendahului”. Seperti mendahului perizinan, daln lainnya.
“Ada beberapa perusahaan, mereka berproses tapi mendahului. Memang perizinannya belum ditempuh, akan tetapi bangunan sudah berdiri dulu, ini yang tidak pas,” tegasnya.
Sejauh ini, pihaknya masih belum menemukan zona hijau yang dimanfaatkan untuk permukiman ataupun sebaliknya, zona permukiman dimamfaatkan untuk zona hijau. Oleh karena itu, ia menyarankan, ketika masyarakat menemukan terjadinya hal itu, segera berkordinasi dengan Komisi III.
“Kami akan sikapi hal itu. Cuma kalau dari pihak pengembang yang mengajukan terus ditolak itu sudah ada laporannya,” terangnya.
Terkait kavling, sambung Hermanto, hal itu sudah ada yang pernah melaporkan. Kasus tersebut, menurut dia, pengusaha tanah kavling sama sekali belum mengajukan perizinan. Sehingga, pihaknya belum mengetahui kondisi eksisting lahan yang dijadikan kavling permukiman tersebut.
“Yang menilai ini ada dua, antara BPN sama kita dari perda. Yang saya maksudkan itu, dia (pengusaha kavling, red) belum mengajukan izin. Berarti saya katakan ilegal,” ungkapnya.
BACA JUGA: ARCM Berencana Gugat Perda RTRW
Ia menegaskan, perda tersebut saat ini akan direview untuk disesuaikan. Prosesnya, kata dia, masih tahap inventarisir.
“Biar jadi satu pandangan, antara wakil pemerintah pusat (BPN) dengan kita. Karena selama ini, perda kita diyakini oleh BPN ada beberapa hal yang tidak singkron. Kami berkeyakinan ini benar, mereka berkeyakinan mereka benar. Tapi kan kita tidak bisa begitu, harus bisa ditemukan biar bisa terjadi kepastian,” pungkasnya. (Joni)