Selly Gagas Penerapan Verval DTKS Periodik di Kabupaten Cirebon
KABUPATEN CIREBON, SC- Sengkarut data penerima Bantuan Sosial (Bansos) akhir-akhir ini semakin mengemuka di Kabupaten Cirebon. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kerap diragukan validitasnya, karena fakta di tengah masyarakat masih banyak ditemukan bansos dari pemerintah yang tidak tepat sasaran.
Atas kondisi itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj Selly Andriany Gantina AMd menginisiasi dan memfasilitasi pertemuan antara Pemkab Cirebon, kuwu, pendamping program di bidang sosial, unsur TNI dan Polri dengan Kementerian Sosial Republik Indonesia. Pertemuan tersebut guna menggagas verifikasi dan validasi (Verval) DTKS secara berkesinambungan.
“Targetnya agar Kabupaten Cirebon memiliki grand design untuk penanganan permasalahan sosial. Sehingga kebijakan yang diambil akan tepat sasaran,” kata Selly, dalam rapat koordinasi yang berlangsung di ruang Paseban Gedung Setda Kabupaten Cirebon, Rabu (24/2/2021).
Selly mengatakan, update DTKS secara berkala bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat. Akan tetapi peran pemerintah daerah juga sangat penting sebagaimana telah diatur undang-undang. Termasuk untuk mengalokasikan anggaran untuk verval DTKS secara periodik.
“Sayangnya, Dinsos di kabupaten/kota seringnya dalam hal pembagian anggaran itu hanya mendapatkan sisa. Karena yang prioritas biasanya pembangunan infrastruktur, bidang pendidikan, dan kesehatan. Padahal Dinsos ini untuk mengurus warga miskin atau persoalan sosial lainnya,” tutur Selly.
Padahal, lanjut Selly, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri Keuangan, Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri tentang Dukungan Percepatan Pemutakhiran DTKS oleh Pemerintah Kabupaten/Kota diatur kewenangan atau peran Pemda.
Pada diktum keempat ayat (2) poin d, SKB tersebut memerintahkan Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan pemutakhiran DTKS, dan meningkatkan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten/kota dalam peningkatan kapasitas SDM pendataan penduduk miskin.
“Berdasarkan Permensos Nomor 5/2019 tentang Pengelolaan DTKS, ada tiga elemen penting yang masuk DTKS, yakni PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial, red), penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta PSKS (Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, red),” jelas Selly.
Dalam pelaksanaannya, politisi PDIP itu menjelaskan, update DTKS dimulai dari tingkat RT/RW, kemudian ke musyawarah desa, masuk ke kecamatan, dan dinsos kabupaten untuk diteruskan tahap selanjutnya. Kemensos RI sendiri berkeinginan verval DTKS dilakukan secara periodik setiap bulannya.
“Oleh karenanya, dukungan software dan hardware untuk di Dinsos harus ditopang dengan baik. Makanya Dinsos harus betul-betul diperhatikan. Kemudian SDM-nya harus amanah, jangan yang suka kongkalikong. Sehingga bisa update data dengan baik. Utamanya, ketersediaan anggaran harus diperhatikan,” paparnya.
Mantan wakil bupati Cirebon itu menambahkan, ke depan, pemutakhiran DTKS juga akan melibatkan perguruan tinggi di wilayah setempat.
“Masyarakat miskin juga sebenarnya bisa mendaftarkan dirinya melalui pemerintah desa,” kata dia.
Dengan DTKS yang diverfikasi dan validasi (verval) secara periodik, Selly berharap, Pemkab Cirebon akan memiliki basis data yang akurat terkait persoalan sosial. Sehingga bisa melakukan pemetaan ketika hendak mengintervensi kebijakan.
“Termasuk kita juga akan mengetahui, misalkan jumlah warga miskin itu bertambahnya berapa di saat pandemi seperti sekarang ini. Semua berdasarkan verifikasi dan validasi yang update,” tandas wakil rakyat dari Dapil VIII Jawa Barat itu.
BACA JUGA: PPKM Mikro Kembali Diperpanjang
Sementara, Plh Direktur Penanganan Fakir Miskin Wilayah I, Kementrian Sosial RI, La Ode Taufik, mengakui, sejauh ini data warga miskin versi Kemensos dan BPS memang berbeda signifikan. Padahal, dengan adanya perbedaan data tersebut membuat penanganan kemiskinan sedikit mengalami kendala.
Ia menjelaskan, data warga miskin sesuai data Kemensos berkisar diangka 10 juta. Sedangkan sesuai data BPS, jumlahnya mencapai 27 juta 500 ribuan.
“Berdasarkan data Kemensos ada sekitar 10 juta warga miskin, sementara dari data BPS ada 27 juta 500 ribu warga miskin,” katanya. (Islah)