KOTA CIREBON, SC- Dugaan aksi pemukulan yang dilakukan salah seorang oknum dosen berinisial DN terhadap Herry Nur Hendriyana yang juga dosen di salah satu universitas swasta terbesar di Cirebon, berujung pada laporan polisi.
Keluarga besar korban, melalui perwakilannya, Nurhendra menjelaskan, koronolgis kejadian berawal pada pada Selasa 16 Februari 2021 tepatnya pada pukul 14.30 WIB. Dimana korban sedang duduk di salah satu ruangan klinik yang berada di universitas swasta itu, dan secara tiba-tiba pelaku masuk ke dalam ruangan tersebut sembari mengeluarkan kata-kata bernada keras dan kasar kepada korban.
“Awalnya sih masalah ini timbulnya dari media sosial, di mana pelaku pemukulan salah menafsirkan, padahal korban tidak ada bahasa menantang kepada pelaku. Tapi tiba-tiba pada tanggal 16 Februari pelaku datang dan langsung marah-marah,” ujar Nurhendra, saat menggelar konferensi pers di salah satu rumah makan yang berada di Kota Cirebon, Minggu (21/2/2021).
Tidak lama, sambung dia, setelah mengeluarkan kata-kata nada keras dan kasar, pelaku langsung melakukan pemukulan terhadap korban hingga berkali-kali. Saat itu, lanjut Nurhendra, korban hanya berusaha menangkis atas serangan pelaku.
“Korban saat menerima pukulan dari pelaku cuma bisa bertahan dan berusaha menangkis,” katanya.
Pascakejadian itu, kata dia, korban melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian atas serangan yang dilakukan pelaku. Akibat adanya pelaporan terhadap kepolisian, Dekanat di universitas swasta itu melakukan upaya mediasi antara korban dengan pelaku. Akan tetapi, upaya mediasi tersebut tidak membuahkan hasil. Pasalnya dikatakan Nurhendra, korban pada saat upaya mediasi mengalami tekanan secara psikis.
“Saat upaya mediasi itu bukannya menanyakan peristiwa yang terjadi antara korban dan pelaku, tapi malah menyudutkan korban dengan memaksa untuk menandatangani surat perdamaian dan mencabut laporan polisi,” ungkapnya.
Parahnya lagi, lanjut dia, sehari setelah proses mediasi itu korban mendapatkan informasi jika korban sudah tidak mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai dosen di universitas swasta itu.
“Ya kami sangat menyayangkan atas sikap Dekanat seperti itu, bukannya Dekanat harus melindungi korban tapi malah menyudutkan korban dengan sikap yang diskriminatif dan melakukan tindakan semena-mena tanpa menimbangkan fakta kejadian sebenarnya,” tandasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum korban, Moh Djarkasih menyampaikan, sudah seharusnya masalah ini menjadi masalah pribadi. Oleh karena itu dirinya meminta kepala Dekanat untuk dapat menahan diri dan tidak terlibat dalam persoalan ini.
“Kami mengajak civitas akademik untuk sama-sama kawal proses hukum ini secara bijak dan profesional,” ujarnya.
Dirinya meminta kepada dekanat fakultas universitas swasta terbesar di Kota Cirebon itu untuk tidak menekan saksi-saksi yang nantinya akan menyebabkan proses hukum menjadi bias.
“Apabila ditemukan bukti-bukti keterlibatan oknum civitas akademik membiaskan proses hukum, kami akan lakukan tuntutan hukum selanjutnya. Untuk semua saksi-saksi yang ada saat kejadian juga jangan takut menyampaikan fakta yang sebenarnya, jadi jangan takut kalau ada tekanan dari pihak manapun karena Allah bersama orang-orang yang benar,” tegasnya.
BACA JUGA: 11 Anggota Gengster Diamankan
Selain itu, ia juga meminta kepada civitas akademik untuk dapat mengembalikan hak-hak dan kewajiban korban sebagai dosen di universitas swasta itu serta dokter pelaksana harian di klinik milik universitas swasta tersebut. Pemberhentian korban sebagai dosen maupun sebagai dokter pelaksana umum di klinik milik universitas swasta itu dapat dilakukan bilamana korban dinyatakan bersalah dengan ketetapan hukum yang tetap.
“Percayakan sepenuhnya pada proses hukum terhadap persoalan ini kepada pihak Polres Cirebon Kota dan Polsek Utara Barat dengan objektif, transparan dan berkeadilan serta menggali motif dari penganiayaan yang dilakukan pelaku kepada korban,” pungkasnya. (Joni)