KABUPATEN CIREBON, SC- Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali terjadi di Desa Jemaras Kidul, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, memakan korban. Kali ini korbannya adalah anak berusia 5 tahun, AP dari RT 05 RW 03 desa setempat. Nyawa anak tersebut tak tertolong meski sempat mendapat perawatan di salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon, Kamis (25/2/2021) malam lalu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, Hj Enny Suhaeni membenarkan, adanya kasus DBD di desa tersebut. Menurut Enny, berdasarkan laporan yang diterimanya, di desa tersebut ada dua korban DBD di bulan ini. Satu di antaranya adalah anak berusia 5 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan dinyatakan meninggal dunia.
“Ada dua tapi yang sudah ada keterangan dari rumah sakit baru satu, yang meninggal itu usia 5 tahun ada di blok 3,” kata Enny kepada Suara Cirebon, saat dihubungi, Minggu (28/2/2021).
Jika membaca keterangan dari pihak rumah sakit, kata dia, ada dugaan anak tersebut terlalu lama di rumah. Orang tua korban tidak segera membawa ke rumah sakit, karena mengira anaknya mengidap penyakit biasa atau bukan DBD. Sehingga, ketika sampai di rumah sakit, anak sudah dalam keadaan parah.
“Anak sakit parah tanggal 25 Februari dan masuk rumah sakit pada tanggal yang sama. Jadi dugaan saya anak ini sudah lama di rumah. Jadi si anak meninggal karena Dengue Shock Syndrome (DSS) akibat terlambat dibawa ke rumah sakit. Kondisi anak sudah lemas, suhu menurun, nadi melemah dan syok,” kata Enny.
Kadinkes menyampaikan, pada Sabtu (27/2/2021) kemarin, pihaknya sudah melakukan pengasapan (fogging) di dua blok sekaligus karena lokasinya memang berdekatan. Untuk blok yang terdapat kasus meninggal karena DBD, sambung Enny, Dinas Kesehatan bakal melakukan fogging kembali bulan depan.
“Meskipun nanti tidak muncul kasus lagi, bulan depan tetap kita fogging lagi, dengan asumsi sudah terjadi penyebaran, karena kelihatan juga ada penyebaran kasus yang meninggal itu,” paparnya.
Dijelaskan Enny, delapan kasus DBD yang terjadi di Desa Jemaras Kidul merupakan jumlah akumulasi yang terjadi sejak tahun 2020 lalu. Namun, dari jumlah tersebut diakuinya tiga kasus di antaranya terjadi pada bulan Januari 2021 dan satu kasus meninggal pada bulan Februari ini.
“Kalau yang bulan kemarin sih sudah selesai kasusnya,” jelas Enny.
Dengan berulangnya kasus DBD tersebut, Enny meminta aparat desa setempat mewaspadai kasus tersebut. Karena, untuk ukuran desa, jumlah kasus sebanyak delapan kasus dinilai cukup banyak.
“Yang menjadi masalah adalah ketika ada kasus langsung meninggal. Artinya kewaspadaan itu harus ditingkatkan,” tegasnya.
Enny menambahkan, kewaspadaan yang harus ditingkatkan bukan hanya pada genangan air hujan di luar rumah. Karena, ketika hujan terjadi setiap hari, maka genangan air di luar rumah akan tumpah oleh hujan baru lagi sehingga bisa dikatakan aman. Namun, genangan air di dalam rumah yang terdapat di tempat saluran air kulkas dan alat rumah tangga lainnya harus lebih diwaspadai.
“Kan sudah ada gerakan teman-teman di kecamatan dan desa tentang pemberantasan sarang nyamuk. Kami Dinkes juga memasukkan gerakan di puskesmas namanya gerakan satu rumah satu jumantik, itu mestinya bisa dioptimalkan,” terang Enny.
BACA JUGA: Waspada, Larva Nyamuk Aedes Mengandung Virus DBD
Sebelumnya, Kuwu Desa Jemaras Kidul, Isgiantoro menyebut, munculnya kasus DBD tersebut akibat genangan air pascabanjir melanda desanya, beberapa waktu lalu. Ia mengakui, Desa Jemaras Kidul cukup tinggi kasus DBD-nya. Bahkan, di bulan Februari ini salah seorang warganya yang masih berusia 5 tahun meningal dunia karena serangan DBD.
“Jemaras Kidul banyak yang kena DBD, di antaranya di blok 3 dan 2. Sampai saat ini sudah empat korban. Tapi tiga kasus lainnya terjadi pada bulan Januari kemarin,” katanya. (Islah)