KOTA CIREBON, SC- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Gunung Jati (UGJ) Cirebon melakukan aksi unjuk rasa di pertengahan lampu merah Jalan Pemuda-Jalan Brigjen Dharsono, Kota Cirebon, Selasa (23/3/2021).
Koordinator lapangan (Korlap) aksi tersebut, Egi Miftahudin Falah mengatakan, aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk penolakan atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menghapus fły ash dan bottom ash (FABA) limbah padat hasil pembakaran batu bara dari daftar limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).
Mahasiswa menilai penghapusan FABA dari daftar limbah B3 membahayakan untuk kesehatan masyarakat. Mereka menduga, PP 22/2021 itu lahir sebagai turunan dari Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang pengesahannya mendapat penolakan dari kalangan mahasiswa.
“Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi terkait penggolongan limbah batu bara yang tadinya limbah B3 dan sekarang malah digolongkan menjadi tidak berbahaya harus segera dibatalkan,” kata Egi dalam orasinya.
Selain pembatalan PP 22/2021, Egi juga menuntut peniadaan penambangan batubara. Karena, lanjut Egi, bagaimanapun jika hal itu dibiarkan maka akan merugikan banyak pihak, khususnya masyarakat yang terdampak limbah di sekitar penambangan batu bara. Pasalnya, limbah batu bara dinilai sangat berbahaya untuk kesehatan masyarakat, bahkan tidak menutup kemungkinan dapat membunuh nyawa manusia.
“Ini yang menjadi krusial, yang kemudian jika dibiarkan nantinya akan semakin terbuka lahan-lahan pembangunan dari PLTU yang jelas banyak menuai kontroversi dan banyak dampak negatif terhadap masyarakat di sekitar PLTU. Menurut UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) bahwa ‘setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’,” tegasnya.
Maka dari itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk membatalkan PP tersebut demi kemaslahatan dan kebaikan bersama. Selain itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah lebih mengandalkan energi atau teknologi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan lebih aman.
“Kami menuntut pencopotan dan pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 22 terkait penggolongan limbah batu bara, kemudian pemberhentian pembangunan PLTU karena berbahaya, dan digantikan dengan menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah. Karena di negeri ini banyak orang pintar yang bisa berinovasi untuk rakyatnya sendiri,” paparnya.
Pantauan Suara Cirebon, aksi tersebut berlangsung sekitar pukul 10.15 sampai 11.15 WIB yang diikuti lebih dari 40 mahasiswa.
Di bawah sengatan panasnya matahari, aksi pun berjalan damai meski sempat terjadi insiden perdebatan dengan pihak kepolisian, lantaran sejumlah peserta aksi tersebut memblokir akses jalan di pertengahan lampu merah. Sebagian mahasiswa bahkan menaiki truk tronton bermuatan berat untuk melakukan orasi. Namun, pada akhirnya aksi tersebut dapat berjalan dengan damai.
Mengenai pemblokiran jalan itu, menurut Egi, pihaknya sengaja dengan tujuan agar aspirasi rakyat yang disuarakanya itu dapat didengar oleh semua pihak, terkhusus pemerintah pusat.
“Itu sebagai warning untuk pemerintah bahwasanya ini isu genting dan krusial dan ini atas dasar kemanusiaan, sebagai peringatan untuk pemerintah pusat,” imbuhnya.
BACA JUGA: Usai Antar Penumpang, Seorang Tukang Becak Kejang lalu Meninggal
Adapun untuk langkah selanjutnya, pihaknya akan menyiapkan kembali strategi untuk melakukan aksi unjuk rasa yang lebih besar. Sehingga, selanjutnya aksi yang dilakukan akan tertuju langsung kepada pemerintah daerah setempat.
“Kami akan mengevaluasi aksi ini, kemudian kami akan melakukan aksi strategis selanjutnya. Aksi ini akan dilanjutkan dengan penuntutan kepada pemerintah daerah dan DPRD agar mengambil sikap terkait isu limbah batu bara ini,” pungkasnya. (Yusuf)