KABUPATEN CIREBON, SC- Memasuki musim kemarau tahun ini, sebagian besar petani di Kabupaten Cirebon memilih melakukan penanaman benih padi lebih awal. Hal tersebut dikarenakan, pasokan air yang sudah mulai berkurang, termasuk juga curah hujan yang sudah mulai jarang.
Kadini, petani padi asal Desa Tegal Karang, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon mengatakan, bersama petani-petani lain di desanya memilih melakukan penanaman lebih awal. Sebab jika terlambat, ia meyakini, akan mengalami kendala yang cukup serius yakni sulit mendapatkan air untuk sawahnya.
“Saya menaman bibit IR 64. Buru-burunya itu karena hujannya sudah mulai mengurangi. Airnya kan tidak bisa turun tiap minggu,” kata Kadini, di sela-sela melakukan penanaman padi di lahan garapannya, Selasa (27/4/2021).
Bahkan, untuk mengairi lahan sawahnya, saat ini saja ia harus menggunakan mesin pompa air. Selain itu, Kadini juga khawatir akan langkanya pupuk subsidi. Sebab, selama menyewa lahan dirinya tidak pernah mendapatkan pupuk subsidi dari pemerintah.
Kadini menuturkan, wini (bibit padi, red) yang idealnya dicabut saat berusia 25 hari, terpaksa sudah dicabut saat berumur 20 hari. Hal itu semata-mata karena takut kekurangan pasokan air.
“Ini wini usia 20 hari, biasanya sih 25 hari, nah sekarang kan musimnya sudah masuk musim kemarau jadi tidak sampai usia 25. Dari mulai tanam usianya 20 hari dicabut, ditanamnya di usia 21 hari,” ungkapnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pertanian kabupaten Cirebon, Wasman menyampaikan, musim tanam gaduh satu sudah mulai dilakukan di beberapa wilayah Kabupaten Cirebon. Di antaranya, lanjut Wasman, di wilayah selatan timur Kabupaten Cirebon seperti Sedong, Greged, Pasaleman dan Ciledug.
Untuk wilayah barat, kata dia, di Kecamatan Palimanan yang mempunyai pengairan dari Jamblang kiri dan Jamblang kanan juga sudah tutup tanam, serta Kecamatan Dukupuntang.
“Tinggal utara saja yang belum, lagi panen mudah-mudahan di bulan Mei bisa tanam,” kata Wasman, Selasa (27/4/2021).
Guna mendukung keberhasilan musim tanam gaduh satu, menurut Wasman, pupuk susbsidi dipastikan aman. Namun, untuk musim gaduh dua dan gaduh 3, masih dalam posisi tidak aman.
“Tapi kalau nanti untuk menjelang gaduh dua dan gaduh tiga, kita pasti bermasalah. Karena alokasinya berkurang, nah kita bisa aman biasanya di 30 sampai 33 ribu ton urea saja. Nah sekarang, kemarin 19 ribu ton terus ada entrian baru menjadi 22 ribu ton, masih jauh,” ungkap Wasman.
Meskipun pemerintah memberikan solusi dengan mengeluarkan pupuk yang nonsubsidi, namun menurut Wasman, harganya cukup mahal, sehingga tidak terjangkau sama petani.
“Kalau yang urea subsidi Rp2.250 kalau yang non subsidi itu hampir Rp5.000 per kilogram, itu hampir dua kali lipat. Sementara sekarang HPP gabah yang gabah kering panen itu hanya Rp4.200, gabah kering gilingnya Rp5.300. Jadi sebetulnya biaya produksinya tinggi,” paparnya.
Kecuali, sambung Wasman, petani mampu membeli pupuk nonsubsidi atau nanti dikombinasi dengan pupuk organik.
“Sebetulnya walau yang subsidi pun, petani itu harus mulai mengubah pola budidaya. Sebab, tanah kita ini sudah karat, sudah keracunan pupuk kimia. Kan pupuk organik juga mudah dibuat. Di Cirebon kan banyak rumah potong hewan, ada kambing kan banyak. Nah sebetulnya harus seperti itu harusnya petani itu,” katanya. (Joni)