KERATON Kasepuhan Kota Cirebon memiliki banyak peninggalan bangunan bersejarah yang hingga kini terjaga keberadaannya. Salah satu bangunan bersejarah yang masih berdiri dan terjaga keberadaannya yakni Situs Lawang Sanga (pintu sembilan) yang berada di pinggir Sungai Kriyan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
Meski terlihat sederhana, Lawang Sanga memiliki nilai sejarah yang melegenda. Pasalnya, situs tersebut dulunya menjadi pintu masuk para tamu Keraton Cirebon dari mancanegara.
“Lawang Sanga ini sejarahnya jadi pintu tempat penerimaan tamu kerajaan dari mana-mana atau mancanegara, karena dulu aksesnya para tamu itu jalan air dari pelabuhan ke Sungai Kriyan ini, dan langsung masuk ke Lawang Sanga yang diantar oleh abdi dalem Keraton Kasepuhan ke bangsal,” kata salah seorang pemelihara situs Lawang Sanga, Robin kepada Suara Cirebon, Rabu (28/4/2021).
Saat ini, lanjut Robin, Lawang Sanga hanya dibukanya satu tahun sekali, yaitu setiap tanggal 10 Muharram. Lokasi situs tersebut tepat berada di belakang Keraton Kasepuhan, menghadap langsung ke Sungai Kriyan.
BACA JUGA: Mengubah Struktur Bangunan Pendopo Langgar UU Cagar Budaya
Terpisah, Juru Kunci Situs Lawang Sanga, Suwari menjelaskan, Lawang Sanga dibangun sekitar tahun 1677 M oleh Pangeran Wangsa Kerta.
“Dulu Lawang Sanga ini dibangun dan digunakan sebagai tempat masuk bagi (tamu) kerajaan luar, ada yang berasal dari Tiongkok, Persia, Arab dan sebagainya. Mereka membawa upeti lalu diserahkan ke Raja Cirebon. Kapal-kapal masuk dari Sungai Kriyan dan berlabuh tepat di depan pintu gerbang utama Lawang Sanga,” kata Suwari.
Menurut Suwari, Lawang Sanga memiliki arti sembilan pintu. Namun terdapat salah satu pintu yang sudah runtuh, sehingga saat ini jumlahnya tinggal delapan.
“Tadinya luas akan tetapi pada tahun 1950-an terdapat salah satu bangunan yang dinamakan Kutakosod, ini runtuh,” ucapnya.
Hal tersebut, lanjut Suwari, terjadi lantaran minimnya biaya perawatan. Dari sisi sebelah kiri, juga nampak gerbang Kutakosod yang sudah mulai runtuh.
BACA JUGA: Masjid Al-Karomah Depok, Keaslian Bangunannya Masih Terjaga
Menurut Suwari, Lawang Sanga menjadi tempat berziarah dan wisata bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Pasalnya, Lawang Sanga terhubung langsung pada area Keraton Kasepuhan, meski saat ini sudah dihuni dan jadi permukiman penduduk.
Sebelumnya, lebih lanjut, pada bulan Oktober 2014 Lawang Sanga mulai diperbaiki melalui anggaran Revitalisasi Keraton. Namun perbaikan baru menyentuh atap saja, mengganti kusen kayu jati yang sudah termakan usia.
Di lain sisi, menurut dia, masyarakat sekitar setiap tahunnya selalu menggelar tradisi barikan. Tradisi itu dilakukan setiap tanggal 10 Muharam tahun Hijriah. Pada saat itu, menurut Suwari, pintu utama Lawang Sanga dibuka dari pukul 17.00 WIB hingga bakda Isya. Warga menggelar tawasul dan setelah selesai pintu ditutup kembali.
“Saat tradisi itu tiba, masyarakat selalu membuat nasi uduk, kemudian tahlil dan berdoa, tepat di pintu utama Lawang Sanga,” katanya.
Menurutnya, Lawang Sanga juga melambangkan sembilan lubang, yang berada di dalam tubuh manusia.
“Sebenarnya Lawang Sanga ini ada di badan kita sendiri, ini perlambangan saja,” katanya.
BACA JUGA: Hibah Lahan UGJ Tak Bisa Dilanjut
Meski di beberapa daerah terdapat situs serupa Lawang Sanga, namun, kata Suwari, hanya di Cirebon yang ada bukti bangunannya.
“Jika manusia ingin berziarah, harus diawali dulu di pintu utama atau Lawang Sanga, baru ke tempat-tempat lain,” pungkasnya. (Yusuf)