KABUPATEN CIREBON, SC- Semburan lumpur di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon merupakan fenomena geologi yang terjadi secara alamiah. Jurnal ilmiah yang disusun oleh peneliti dari Selandia Baru menyebutkan, titik lokasi semburan lumpur tersebut ditengarai merupakan manifestasi sistem geotermal. Hal tersebut dikemukakan Analis Pertambangan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas ESDM Jawa Barat Wilayah VII Cirebon, Heru Prabowo kepada Suara Cirebon, Rabu (2/6/2021).
Menurut Heru, hal itu terjadi karena titik semburan lumpur berada di kawasan atau kompleks Gunung Kromong yang termasuk ke dalam sistem kegunungapian Gunung Ciremai.
“Kalau yang saya baca dari ahli geotermal Selandia Baru, kompleks (Gunung) Kromong termasuk Gunung Kuda, itu merupakan bagian dari sistem kegunungapian Gunung Ciremai. Kompleks Kromong ini sejarahnya dari sudut pandang kegeologian merupakan parasitic (kerucut parasit, red)-nya Gunung Ciremai,” kata Heru.
Dimana, lanjut Heru, dari kegeologian tersebut diketahui ada vulkanik dan geotermal. Manifestasinya bisa dilihat di Palimanan dengan banyu panasnya, Gunung Kuda dan Kedongdong juga dengan banyu panasnya. Selain itu, manifestasi geotermal lainnya ialah fumarol, hot spring dan matpull atau kolam lumpur seperti yang terjadi di Desa Cipanas.
“Berdasarkan kondisi yang ada, ini merupakan fenomena secara geologi yang terjadi secara alamiah yang bisa saja dipicu oleh beberapa penyebab seperti adanya pergeseran lempeng dan lainnya,” kata Heru.
Ia menjelaskan, ruang waktu geologi bisa mencapai jutaan tahun. Lamanya ruang waktu tersebut membuat terjadinya siklus yang bisa berubah hingga pada kondisi sebaliknya. Hal itu, karena sifat bumi sendiri adalah dinamis. Kemudian, adanya teori lempeng benua saling bertumpuk dan lava muncul dari laut kemudian terangkat dan lifting menjadi daratan, sehingga menjadi siklus dengan skala waktu jutaan tahun.
“Ya (semacam, red) siklus tapi skala waktunya jutaan tahun dan tidak bisa dipadankan dengan sejarah manusia. Jadi, geologi ini ruang waktunya jutaan tahun, bahkan kompleks Gunung Kromong (termasuk lokasi semburan lumpur Cipanas, red) sendiri dulunya berupa terumbu karang, yaitu lautan,” terang Heru.
Diakui Heru, pihaknya belum bisa menyimpulkan kondisi yang terjadi saat ini, termasuk menyebut semburan tersebut berbahaya atau tidaknya. Karena, hal tersebut membutuhkan kajian lebih lanjut.
“Cuma kalau bahaya itu ketika menimbulkan dampak khususnya kepada masyarakat dan lingkungannya. Yang sudah kita lakukan sampai hari ini (kemarin, red), tinjauan lapangan untuk mengetahui kondisinya untuk dilakukan kajian lebih lanjut,” beber Heru.
Alumni geologi Unpad tersebut juga menyebut, korelasi secara geologi juga belum bisa disimpulkan. Namun, jika melihat peta geologi regional lembar Arjawinangun, lokasi semburan lumpur Cipanas memang berada dalam satu komplek atau kawasan Gunung Kromong yang termasuk ke dalam sistem kegunungapian Gunung Ciremai. Dimana, kegeologiannya tertuang dengan manivestasi geotermalnya.
BACA JUGA: Kandungan Semburan Berbahaya bagi Manusia
Ditambahkan Heru, pihaknya pun mencoba untuk melakukan kajian-kajian lebih lanjut dengan dinas atau institusi terkait selain kajian-kajian ilmiah yang sudah banyak dilakukan sebelumnya.
“Di sini sistem yang luas secara kegeologian, ada sistem vulkanik yakni Gunung Ciremai itu sendiri, ada geotermal. Ini bisa saling terkorelasi atau terhubung. Bisa jadi, karena di bawah kan ada batuan sedimen juga yang bisa jadi merupakan reservoar (air tanah, red) ketika tertriger dengan adanya aktivitas geotermal ini, termasuk struktur geologi dimana di dialamnya ada penyesaran dan lainnya,” pungkasnya. (Islah)