KABUPATEN CIREBON, SC- Himpunan Pedagang Pasar (HIMPPAS) Desa Jungjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, melaporkan inisial SI dan SA lantaran diduga melakukan pungutan liar (pungli) booking fee kios dan los pada revitalisasi pembangunan Pasar Desa Jungjang, ke Unit Tipidkor Polresta Cirebon. Terkait laporan tersebut, pihak penyidik pun memanggil para pelapor untuk dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP), Rabu (14/7/2021).
Kuasa Hukum HIMPPAS, Fery Ramadhan SH mengatakan, perkembangan perkara tersebut kini baru berjalan pada tahapan proses memintai keterangan dari pihak pelapor. Sedangkan, untuk tahap selanjutnya diperkirakan akan dilaksanakan pada minggu berikutnya, yakni pada tahapan pemanggilan saksi-saksi.
“Kami melaporkan dugaan pungli pada 26 Juni 2021 lalu. Lalu hari ini (kemarin, red) penyidik memanggil para pelapor untuk dibuat BAP-nya,” kata Fery kepada Suara Cirebon, usai mendampingi salah seorang pelapor, Asir dalam menjalani BAP di Polresta Cirebon .
Dijelaskan Fery, dugaan pungutan liar tersebut bermula dari penunjukan pihak ketiga yang diduga tidak sesuai peraturan dan perundang-undangan.
“Mereka menghimpun dana masyarakat, kuitansi yang menandatangani bukan dari instansi desa, melainkan tim evaluasi yang dibentuk oleh desa, namun memakai kuitansi dari pihak ketiga PT DUMIB,” ungkap Fery.
Dugaan ketiga, lanjut Fery, uang yang dihimpun dari masyarakat itu akan digunakan untuk membangun pasar tersebut. Jika demikian, menurut Fery, kedudukan pihak ketiga tidak memiliki dana atau modal untuk melakukan pembangunan.
“Kita menduga bahwa penggunaan anggaran ini tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut, untuk apa penggunaannya. Kenapa ada booking fee dan terpisah dari biaya sewa tersebut,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga melonak pembangunan dilaksanakan sebelum ada kesepakatan harga dengan pedagang.
“Kenapa harus ada pihak ketiga jika masih memungut dana dari masyarakat,” katanya.
Sementara itu, pelapor dugaan pungli tersebut, Asir (55 tahun), pedagang asal Desa Junjang yang tergabung dalam HIMPPAS mengaku keberatan atas tindakan pihak ketiga yang sudah memintai uang booking fee.
“Yang dilaporkan masalah booking fee, merasa keberatan pasar belum jadi sudah dipungut booking fee,” ujar Asir.
Terlebih, kata Asir, demi membayar uang booking tersebut para pedagang harus rela berutang ke kerabat dan teman-temannya. Hal itu dilakukan, agar tidak kehilangan los atau kios yang selama ini ditempatinya ketika dibangun ulang nanti.
“Persetujuan harga belum ada. Seperti waktu dulu kita membangun pasar, booking fee itu tidak ada. Dulu pembangunan sudah berjalan sekian persen baru dimintain DP. Sekarang belum apa-apa sudah dimintai booking,” ungkapnya.
Ia mengaku, telah disuruh membayar uang booking fee itu oleh panitia, tim evalusi senilai Rp2,5 juta untuk kios ukuran 2×3 meter. Namun, anehnya selang beberapa waktu terjadi perubahan atas harga sewa kios yang sudah dibookingnya melalui selebaran brosur penawaran harga yang diedarkan kepada pedagang.
“Harganya waktu saya booking Rp108 juta, kayaknya ada 3 kalau perubahan makin naik kalau kios. Harga terakhir ukuran 2×3 yang dulunya Rp108 juta sekarang Rp126 juta berarti naiknya Rp18 juta. Saya dikasih penawaran 3 brosur, beda yang pertama harga ada yang mahal-mahalnya. Yang keduanya, yang kecil sampai menengah yang nilai besarnya dihapus,” ungkapnya.
BACA JUGA: Tuntut Realisasi Kesepakatan dengan Kuwu dan Investor, HIMPPAS Jungjang Geruduk Kantor Kecamatan
Bahkan kata dia, pada brosur yang ketiga kembali terdapat perbedaan harga lagi dari brosur sebelumnya. Yakni, kios yang sebelumnya dibandrol harga sewa senilai Rp151 juta berubah naik menjadi Rp243 juta.
“Keinginan pedagang ada kesepakatan harga dulu. Nah, setelah selesai masalah kesepakatan harga, silakan membuat pasar darurat tidak apa-apa,” pungkasnya. (Joni)