Oleh sebab itu, rektor memaparkan, memaknai agama dalam konteks ke-Cirebon-an, setidaknya harus menyertakan 3 dimensi dasarnya, yaitu dimensi keyakinan beragama, prinsip praktik keagamaan, dan dimensi pengalaman beragama.
“Karena bagaimanapun agama sebagai realitas sosial, paling tidak memiliki tiga corak pengungkapan. Yaitu sebagai sistem kepercayaan, sistem persembahan, dan sistem hubungan sosial. Dan hal terakhir menjadi standing point, di mana Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang majemuk memerlukan perumusan sekaligus aktualisasi yang riil dari konsep moderasi beragama,” tuturnya.
Selain itu, Sumanta menerangkan, sebagai kultur builder (pembangunan) setiap agama, termasuk Islam memiliki tinggalan budaya yang perlu dilestarikan dan dipelihara. Karena, pada hakikatnya hal itu merupakan kekayaan yang harus diwariskan sebagai Khazanah keagamaan.
Pasalnya, menurut rektor, khazanah keagamaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warisan budaya. Semua bentuk peninggalan tersebut terkait dengan beragam aspek keberagamaan. Mulai dari aspek keyakinan, pengalaman ritual, pengetahuan, tata ajaran, artefak keagamaan, serta segenap objek produk hubungan sebab akibat antara agama dan aspek lainnya.
“Karena bagaimanapun, khazanah keagamaan pada gilirannya menjadi karakteristik penting bagi peradaban suatu bangsa,” ujarnya.
BACA JUGA: Puslitbang Kemenag RI dan IAIN Cirebon Gelar Dialog Budaya Keagamaan