INSTITUT Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon tengah menjadi perhatian, terutama dari tokoh ulama, baik di wilayah III Cirebon maupun nasional.
Pasalnya, kampus keagamaan Islam negeri satu-satunya di wilayah III Cirebon ini akan mengalami perubahan besar pada status lembaga. Bahkan, IAIN Syekh Nurjati Cirebon pun terus berupaya mengembangkan sayapnya di bidang keilmuan.
Salah satu upaya itu adalah membuka sejumlah program studi (prodi) baru. Seperti, di Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yaitu Tasawuf dan Psikoterapi, serta Sosiologi Agama. Sedangkan di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI), yaitu Ilmu Falak dan Pariwisata Islam.
Kemudian, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), yaitu Pendidikan Ilmu Kimia. Lalu di program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yaitu S3 Hukum Keluarga Islam (HKI).
Prodi baru tersebut dilaunching dalam acara puncak disnatalis ke-56 IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada Rabu (13/10/2021). Istimewanya, acara ini dihadiri 150 kiai pimpinan pondok pesantren yang berada di wilayah III Cirebon, Tagal, dan Brebes.
Dekan Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr Hajam MAg mengungkapkan, melalui kegiatan yang bertema “Peran dan Kontribusi Para Ulama dan Akademisi dalam Mengawal Kebhinekaan, Kebangsaan, dan Moderasi Beragama dalam Rangka Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin di Bumi Nusantara” ini, pihaknya sengaja mengundang pimpinan pondok pesantren tersebut.
Karena, kata dia, Civitas Akademika IAIN Syekh Nurjati Cirebon ingin bertatap muka langsung dengan para kiai tersebut. Sekaligus mengingatkan sejarah perjuangan, bahwa kampus ini lahir dan berdiri berkat para kiai dan lingkungan pesantren.
“Ini adalah napak tilas ulama dan kiai kita saat mendirikan IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Karena pendirian kampus ini (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) tidak lepas dari peran kiai, baik yang ada di Cirebon maupun Jawa Barat,” katanya.
Bahkan, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta Hasyim MAg mengisahkan, IAIN Syekh Nurjati Cirebon memang lahir dari rahim pesantren. Sehingga, antara IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan pesantren tidak bisa dipisahkan.
“Pada tahun 60an di berbagai pesantren yang ada di Cirebon berdiri perguruan tinggi yang diasuh langsung para kiai. Tetapi ada satu tuntutan secara formal yang menjadi tuntutan sekaligus alasan, kenapa kita harus memiliki perguruan tinggi negeri,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, dibuatlah panitia yang mengusulkan perguruan tinggi negeri. Lalu, terbitlah Surat Keputusan (SK) berdirinya lembaga pendidikan tersebut. Namun, lembaga pendidikan negeri ini ditempatkan di wilayah Kota Cirebon. Sehingga, pendidikan tinggi yang awalnya tersebar di pesantren-pesantren ditarik ke tempat tersebut.
“Ditarik ke kota (Cirebon), dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Waktu itu Fakultas Tarbiyah Negeri yang tempatnya di Masjid Attaqwa dan rumah yang mendapatkan hak pakai. Di situlah dilakukan perkuliahan negeri. Masih tahun 60an berdiri fakultas negeri di Cirebon,” terangnya.
Saat itu, ungkap Sumanta, dosen yang di SK-kan oleh negara semuanya para kiai. Mereka melakukan kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan yang menjadi cikal-bakal lahirnya IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Untuk itu, IAIN Syekh Nurjati Cirebon lahir dari rahimnya pesantren dan dibidani para kiai. Ini merupakan sejarah yang melekat dan tidak bisa kita tinggalkan. Melekatnya sejarah ini tentu saja memiliki konsekuensi visi dan misi yang menjadi pedoman yang kemudian diinternalisasikan di kehidupan akademis,” ujarnya.
Para ulama, tegas Sumanta, mengorientasikan semua kegiatan akademiknya tentu atas dasar ikhlas kepada Allah SWT. Sehingga, hal itu perlu direfleksikan dalam sebuah pemikiran dan dilaksanakan dalam tindakan akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Tatkala kampus ini (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) bertransformasi menjadi sebuah universitas, nilai-nilai itu tetap kita lestarikan, bahwa kita membawa visi ke-Islaman. Sehingga, kita harus mengorientasi ilmu bukan pada yang sekuler, tapi tetap pada nilai-nilai ke-Islaman,” tuturnya.
Untuk itu, dikatakan Sumanta, IAIN Syekh Nurjati Cirebon terus mengembangkan distingsi untuk mengupayakan integrasi, keislaman, dan keilmuan.
Sumanta juga mengungkapkan, tahun 2021 ini IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah melangkah maju dengan melakukan transformasi kelembagaan. Yaitu, dari IAIN menjadi universitas.
“Karena kita sudah berproses dan saat ini sudah di Kemenpar RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) sudah bisa disebut sebagai universitas. Bahkan, Kementerian Agama telah memberikan distingsi pada IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan Universitas Islam Siber Syekh Nurjati Indonesia (UISSI). Dan dalam rapat senat pun diputuskan namanya menjadi UISSI,” terangnya.
Seperti diketahui, saat ini IAIN Syekh Nurjati Cirebon sedang berproses untuk transformasi lembaga dari IAIN menjadi universitas berbasis siber yang dikenal dengan nama (UISSI). Lebih membanggakan, kampus yang berlokasi di Cirebon ini akan menjadi kampus satu-satunya di Indonesia yang menerapkan sistem tersebut.
Dengan kecanggihannya, kampus ini akan melangsungkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Wahasiswanya tidah hanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, melainkan juga dari mancanegara. Mereka tidak harus datang langsung ke kampus untuk melaksanakan perkuliahan. Dari tempat-masing pun mereka sudah bisa mengikuti pembelajaran.
Dengan predikat kampus siber, UISSI akan dilengkapi perangkat yang canggih, baik dalam pelayanan maupun proses perkuliahan di dalam kelas. Namun, kendati akan menjadi kampus canggih, IAIN Syekh Nurjati Cirebon berkomitmen untuk tidak meninggalkan kearifan lokal yang ada. Melainkan, kampus ini akan menginternalisasikan nilai-nilai luhur budaya Cirebon ke dalam lembaga perguruan tinggi dengan memanfaatkan kecanggihan tersebut.
BACA JUGA: Dialog Budaya Keagamaan dan Transformasi IAIN Cirebon ke UISSI, Canggih dan Moderat
Pemimpin Ponpes Kempek, KH Mustofa Aqil Shiroj mengungkapkan, pihaknya bersyukur acara tersebut dapat terselenggara. Karena, hal ini dapat mengembalikan ingatan bahwa yang melahirkan IAIN Syekh Nurjati Cirebon adalah para kiai.
“Jadi IAIN (Syekh Nurjati Cirebon) ini adalah perguruan (tinggi) perjuangan. Pendidikan perlawanan terhadap yang dididik kolonial-kolonial, penjajah-penjajah,” ujarnya.
Sehingga, imbuh KH Mustofa, IAIN Syekh Nurjati Cirebon milik pesantren yang lahir dari para kiai. Untuk itu, kiai dan pesantren harus punya rasa memiliki, merasakan, dan tanggungjawab terhadap IAIN Syekh Nurjati Cirebon. (Arif)
BACA JUGA: IAIN Cirebon Miliki Potensi Besar, Dana Wakaf Bisa Dukung Transformasi ke BLU