KABUPATEN CIREBON, SC- Warga Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Sukaryadi dan puluhan warga setempat lainnya yang tergabung dalam Komunitas Peduli Kejuden memenuhi undangan pihak Kecamatan Depok untuk beraudiensi dengan Kuwu Kejuden, Nur Dedi, di kantor kecamatan setempat, Senin (8/11/2021).
Dalam audiensi tersebut, tiga orang perwakilan warga diperbolehkan masuk bersama perwakilan BPD, perangkat desa, kader PKK serta Kuwu Kejuden sendiri. Pengamanan audiensi tersebut dilakukan oleh aparat kepolisian dan koramil setempat.
Menurut Sukaryadi, audiensi di kantor kecamatan merupakan cara lain yang dilakukan pihaknya setelah rencana aksi unjuk rasa di kantor desa gagal dilakukan. Ia menjelaskan, ada 11 poin yang menjadi dugaan korupsi yang dilakukan Nur Dedi selama memimpin desa tersebut. Namun, dalam audiensi tersebut hanya tujuh poin yang disampaikan.
Ketujuh poin tersebut yakni anggaran penanganan sampah, anggaran kemit, anggaran haul Buyut Kejuden, anggaran Posyandu, anggaran penanganan stunting, anggaran pengadaan masker, dan anggaran Banprov untuk BumDes.
“Tapi ada 4 poin dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kuwu Kejuden yang sudah kami laporkan ke Polresta Cirebon, yaitu terkait bengkok, Banprov untuk BumDes, anggaran pengadaan masker dan anggaran penanganan sampah,” kata Sukaryadi.
Dijelaskan Sukaryadi, ketujuh poin tersebut anggarannya diduga dikorupsi oleh Kuwu. Kemit atau pembantu desa, tidak ada di Desa Kejuden. Mungkin Kejuden merupakan satu-satunya desa yang tidak memiliki kemit, tapi pada tahun 2020 ada anggarannya sebesar Rp20 juta. Kemudian, ada anggaran BumDes Rp 100 juta dari Banprov yang diduga diselewengkan oleh kuwu. Karena diduga banyak yang digunakan secara pribadi.
“Bahkan, Rp15 juta pengakuan kuwu dan bendahara desa diberikan kepada salah satu LSM,” kata Sukaryadi.
Sementara Ketua BPD Kejuden, Jolikin menegaskan, dalam hal ini BPD hanya menangani soal regulasi di desa saja. Penggunaan anggarannya ada di pihak aparat desa. Dalam memimpin desa tentunya ada perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Tapi kenyataannya, semua itu dilanggar oleh kuwu.
“Sebab RPJMDes dan APBDes belum terbentuk, Kuwu sudah berani membangun atau merehab kantor desa yang belum jelas anggarannya,” ucap Jolikin.
Bukan hanya itu, soal pelaksanaan pembangunan di desanya pun dinilai amburadul. Hal itu, karena kuwu tidak menggunakan aturan yang ada. Pihaknya pun sudah sering kali menegur kuwu, tapi tidak diindahkan.
“Soal Banprov BUMDes pun yang seharusnya dikelola oleh BUMDes, kuwu yang memegang dan mengatur anggarannya,” jelas Jolikin.
Sementara itu, Kuwu Kejuden, Nur Dedi, mengatakan, terkait pelaporan yang dilakukan warganya, pihaknya siap menjalani proses hukum tersebut. Ia juga mengaku menyerahkan persoalan tersebut pada ketentuan hukum yang akan berlaku.
“Ya tidak gimana-gimana, terserah proses hukum saja nanti,” kata Dedi.
Namun, saat audiensi Dedi sempat menyangkal dugaan korupsi yang dialamatkan kepada dirinya. Ia berdalih, penanganan sampah sudah dimusyawarahkan dengan BPD. Meskipun saat itu anggaran belum turun, tapi pihaknya menggunakan dana talangan sebesar Rp17.810.000, yakni pada Januari 2020 selama delapan hari oleh sembilan orang.
“Terkait BumDes memang Banprov senilai Rp100 juta untuk sarana prasarana BumDes. Terkait yang Rp15 juta yang diberikan kepada LSM, itu tidak benar. Rp15 juta itu untuk transportasi dan lain lain,” kata Dedi.
BACA JUGA: Pemkab Cirebon Siap Berantas Pungli
Sementara itu Camat Depok, Sund Dewi yang memediasi warga dan Kuwu Kejuden menegaskan, pihaknya sudah mendengar bahwa permasalahan tersebut sudah masuk ke ranah hukum. Karena itu, pihaknya akan menunggu dan menyerahkan proses hukumnya ke kepolisian dan inspektorat.
Sund Dewi mengajak masyarakat agar sama-sama menghargai proses hukum yang tengah berlangsung. Bila nanti ada hal-hal terkait perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan diperbaiki lebih baik sesuai dengan aturan. (Islah)