KABUPATEN CIREBON, SC- Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Cirebon (DKKC), Ahmad Jazuli mengkritik upaya melestarikan peninggalan budaya seni arsitektur yang tidak diterapkan di Kantor Bupati Cirebon.
Diakui Jazuli, sejumlah kantor Organisasi Perangkat Dinas (OPD) di lingkup Pemkab Cirebon sudah menggunakan pagar motif kuta kosodan dengan gapura berupa lawang bentar, termasuk kantor DPRD Kabupaten Cirebon.
Namun, dirinya menyoroti pagar kantor Bupati/Setda Kabupaten Cirebon yang tampak tidak merepresentasikan Kabupaten Cirebon sebagai daerah yang kaya akan warisan seni dan budaya.
“Kantor Bupati semestinya diselaraskan, harus disamakan. Lebih bagus seragam, karena itu salah satu ciri peninggalan budaya dari seni arsitektur,” kata Ahmad Jazuli, Rabu (17/11/2021).
Menurut Jazuli, kantor Bupati Cirebon yang berlokasi di Sumber bukan merupakan cagar budaya, sehingga tidak ada masalah jika pagar kantor tersebut dibongkar kemudian diganti kuta kosodan dengan gapura lawang bentar.
“Harusnya kantor Bupati itu dipagar motif secara kuta kosodan gapura bentar, tidak harus menggunakan bata, batu alam juga bisa. Bahkan lebih punya nilai seni dan lebih kuat seperti di Kediri. Tidak apa-apa pagarnya saja karena pemagaran dengan lawang bentar itu ada nilai historisnya,” tutur Jazuli.
Ia menjelaskan, saat Pemkab Cirebon melalui Kepala Disbudparpora kala itu Ade Setiadi merumuskan pembuatan gapura lawang bentar bersama sejumlah budayawan Kabupaten Cirebon yang belum tergabung dalam satu wadah DKKC, dirinya juga terlibat dalam perumusan tersebut. Rumusan yang dimaksud adalah, membuat konsep pemagaran dengan arsitektur yang bernilai peninggalan budaya dengan melibatkan konsultan.
“Saat itu membuat konsep lawang bentar, sebagai prototype-nya adalah GOR Ranggajati kemudian didukung ketua DPRD saat itu Tasiya Soemadi Al-Gotas. Makanya yang dibangun pertama dengan konsep bentar waktu itu adalah gedung DPRD,” paparnya.
Selain itu, Jazuli juga menyoroti pembangunan Alun-alun Taman Pataraksa (ATP) yang saat ini sedang berlangsung. Pasalnya, selain tidak representatif, lahan yang digunakan juga cukup sempit. Karena nantinya keberadaan ATP akan menutup tempat ibadah dan pusat pemerintahan.
“Di taman PKK itu tempat dan lokasinya strategis, kalau di Pataraksa harus ada hamparan yang cukup, supaya penghubung dengan masjid tidak terganggu,” ucapnya seraya menambahkan, bahwa sejak awal para budayawan Cirebon tidak dilibatkan dalam rencana pembangunan ATP tersebut. (Islah)