SEORANG petani yang areal berada tepat di sebelah utara pabrik sepatu milik PT Longrich Indonesia di Desa Sidaresmi, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Edi hanya bisa mengelus dada saat melihat kondisi saluran irigasi yang berada tak jauh dari sawahnya dalam kondisi kering, meski saat ini telah masuk musim hujan.
Sawahnya yang berada di Blok Kubang Alam Lor, Desa Babakan Losari Lor, itu memang kerap kesulitan pasokan air. Edi tidak sendiri, bersama ratusan petani yang areal swahnya tepat berada di sebelah utara pabrik milik PT Longrich Indonesia mengalami hal yang sama.
Dampak dari adanya pembangunan pabrik sepatu milik PT Longrich Indonesia di Desa Sidaresmi, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, sangat dirasakan para petani yang berada di sekitar pabrik tersebut.
Pasalnya, pembangunan pabrik sepatu milik PT Longrich Indonesia tersebut, telah menutup dua saluran irigasi dan dua jalan usaha pertanian yang telah ada sebelumnya.
Ironisnya, janji pihak PT Longrich untuk membangun saluran irigasi dan jalan usaha pertanian baru sebagai ganti dua saluran irigasi yang tertutup pabrik baru sebatas janji manis tanpa ada kepastian waktu realisasi.
Imbasnya, ratusan petani yang sawahnya berada di sekitar pabrik PT Longrich menjadi korban. Memasuki musim penghujan saat ini, para petani berjudi dengan kepastian ketersediaan air.
“Sejak pabrik PT Longrich dibangun tahun 2019 lalu, petani di sini kesulitan pasokan air. Hal itu karena dua saluran irigasi yang ada terputus alirannya akibat pembangunan pabrik itu. Sekalinya turun hujan sawah langsung kebanjiran,” kata Edi kepada Suara Cirebon, Selasa (30/11/2021).
Edi mengaku, setiap masuk musim tanam terpaksa harus mengeluarkan modal tidak sedikit. Pasalnya, ia harus menyediakan pompa untuk mengambil air dari Sungai Ciberu meski di musim penghujan karena air tidak bisa masuk ke saluran irigasi yang terputus bangunan pabrik PT Longrich.
“Meskipun saat ini BBWSCC memperbaiki saluran irigasi Sungai Ciberu 2, tapi sumber air terputus, inikan sia-sia karena air tidak bisa masuk, walaupun musim hujan tidak ada air,” ujarnya.
Imbasnya ratusan hektar sawah di lokasi tesebut harga sewanya sawah karena hanya petani yang mampu menyewa pompa air yang bernai menggarap.
Selain persoalan air, menurut Edi, para petani juga disengsarakan keberadaan jalan usaha pertanian yang juga terputus. Petani cukup sengsara karena akses menuju sawah harus berputar arah sangat jauh.
“Janji PT longrich yang akan membangunkan kembali jalan dan irigasi hingga saat ini belum terealisasi. Kalau sekiranya belum ada anggarannya, maka untuk antisipasi sebaiknya dilakukan sodetan terlebih dahulu agar air bisa masuk ke irigasi tersebut, biar kami tidak dipusingkan,” ungkapnya.
BACA JUGA: PT Longrich dan Rekanan Diminta Realisasikan Aspirasi Masyarakat
Terpisah, para petani di Desa Kalibuntu dan Desa Kalimukti, terutama yang berada di Blok Kasungka mengeluhkan hal yang sama. Mereka mengaku susah membuang air akibat terputusnya saluran irigasi oleh pembangunan pabrik.
“Karena saluran irigasi yang ditutup PT Longrich dialihkan ke Sungai Ciberu, akibatnya setiap hujan turun maka Sungai Ciberu tidak mampu menampung air hingga limpas dan menenggelamkan sawah kami yang ada di Blok Kasungka,” kata Warya, petani warga Desa Kalibuntu.
Warya berharap kondisi tersebut cepat diatasi agar ratusan petani seperti dirinya tidak menjadi korban akibat adanya pembangunan pabrik PT Longrich.
“Kalau hujan turun sawah kami pasti banjir karena limpasan air Sungai Ciberu, sekitar 3-4 hari baru kering, padahal baru mulai musim tanam, kalau bibit terendam begini harus minta tolong ke siapa? Kami berharap Dinas Pertanian harus turun tangan menyelesaikan kesengsaraan petani ini,” tandasnya. (Baim)