CIREBON, SC- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon menggelar rapat paripurna hantaran Bupati mengenai Raperda retribusi persetujuan bangunan gedung, Selasa (7/12/2021).
Dalam hantarannya, Bupati Cirebon H Imron menyebut, terobosan pada sektor perizinan bangunan gedung diinisiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 16 tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana atas UU Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
“Karena PP ini sekaligus menyederhanakan standarisasi perizinan bangunan gedung di seluruh Indonesia,” kata Imron di hadapan peserta rapat paripurna.
Menurutnya, persetujuan bangunan gedung dirasa perlu sebagai pengganti mekanisme Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang merupakan salah satu bentuk pelayanan perizinan tertentu yang kewenangannya dimiliki pemerintah kota/kabupaten. Dituturkannya persetejuan bangunan gedung bekerja sebagaimana IMB melekat dalam hak pemungutan retribusi.
“Persetujuan bangunan gedung juga memberikan kesempatan bagi Pemda untuk meningkatkan penyediaan layanan perizinan bangunan gedung, serta membuka potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang melekat pada kewenangan pemungutan retribusi persetujuan bangunan gedung,” ujarnya.
BACA JUGA: Pembongkaran Pasar Jungjang Ricuh
Melihat fungsi yang tidak jauh beda, Imron menekankan, hukum penyusunan Perda mengenai persetujuan bangunan gedung sebagai pengganti mengenai IMB adalah wajib.
“Agar terdapat payung hukum pelaksanaan persetujuan bangunan gedung dan menghindari hilangnya potensi PAD,” terangnya.
Menurutnya, retribusi penyediaan layanan perizinan bangunan gedung meliputi objek dan formula perhitungan nilai retribusi yang diselenggarakan oleh Pemda. Formula perhitungan nilai izin dapat diperbaiki dan distandardisasi secara nasional untuk lebih dapat mencerminkan biaya penyelenggaraan, penyediaan layanan yang berdasarkan standar teknis pelayanan, perencanaan dan pengawasan bangunan gedung.
Penyediaan layanan tersebut, juga ditujukan untuk dapat menjalin aspek keamanan dan keselamatan dalam memanfaatkan layanan bangunan gedung. Keamanan retribusinya pun pada IMB tidak diatur secara rinci.
“Tidak diatur secara rinci di dalam perundang-undangan, sehingga cenderung menimbulkan perbedaan formula perhitungan nilai retribusi antardaerah,” jelasnya.
Kondisi tidak terstandardisasinya perhitungan nilai dalam Perda dimasing-masing daerah ini, menurut Imron, dapat menciptakan ketidakpastian dalam penyelenggaraan perizinan, yang tidak sejalan dengan prinsip sebagai indikator penentu peringkat kemudahan perubahan suatu negara.
BACA JUGA: Perizinan Batu Alam Jangan Kaku
“Percepatan penempatan Perda Retribusi diharapkan dapat meminimalisasi potensi hilangnya PAD. Disamping itu, penetapan Perda Retribusi juga dapat menjadi kesinambungan layanan oleh pemda. Sehingga penyediaan layanan penempatan gedung di daerah kepada masyarakat tidak terganggu,” pungkasnya. (Sarrah/Job)