KABUPATEN CIREBON, SC- Bupati Cirebon, H Imron MAg mengaku belum menerima informasi secara utuh terkait dugaan penyelewengan pajak Dana Desa (DD) yang dilakukan oknum pendamping desa. Kabar adanya dugaan penyelewengan pajak DD yang saat ini kasusnya sedang ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon tersebut, justru baru ia ketahui dari media.
Imron mengatakan, untuk mengetahui informasi tersebut secara utuh, dalam waktu dekat ini akan memanggil Inspektorat dan DPMD agar informasi dugaan pajak DD bisa ia ketahui secara jelas.
“Nanti akan saya panggil, untuk mengetahui saja kenapa bisa begini lalu seperti apa penanganannya,” kata Imron, Kamis (10/2/2022).
BACA JUGA: Rp24 Miliar Pajak DD Diduga Digelapkan
Ia pun memastikan, akan mendukung upaya pemberantasan dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Cirebon.
“Saya tidak akan intervensi, justru saya mendukung agar diproses jika ada penyelewengan,” ujar Imron.
Dugaan kasus penyelewengan pajak DD tersebut kini terus bergulir. Saat ini, sejumlah saksi terus diperiksa dan dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon. Termasuk koordinator Kabupaten Cirebon Pendamping Desa (PD), Nurudin.
BACA JUGA: BPD Lemahabang Dapat PR Masalah
Menurut Nurudin, sejumlah pendamping desa dipanggil Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon terkait dugaan penyelewengan pajak DD tersebut termasuk dirinya.
“Saya juga dapat panggilan dari Kejaksaan, teman-teman yang lain juga sudah dipanggil,” ujar Nurudin.
Kendati sempat kaget, namun Nurudin mengaku siap membantu Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menuntaskan masalah tersebut. Ia juga mengaku menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada APH. Sehingga nantinya ia bisa mengambil kesimpulan dan pelaporan terkait tindakan yang akan diambil kepada oknum pendamping desa yang diduga menjadi otak penyelewengan dana desa.
BACA JUGA: Tiga Tahun Pajak DD Digelapkan, Pengawasan Dinas Dipertanyakan
“Nantinya saya menindaklanjuti apa yang menjadi ketetapan dari APH, Jakarta pun sudah menunggu apakah di oknum yang bersangkutan di PHK atau ada tindakan lainnya,” terangnya.
Ia juga mengaku terkejut karena saat ini sudah tiga tahun berjalan. Harusnya, menurut Nurudin, dari Kantor Pajak Pratama itu melakukan pemeriksaan di tahun berjalan. Sementara inspektorat dengan DPMD hanya menindaklanjuti saja.
“Kalau dari keterangan dan informasi yang didapat, oknumnya satu tapi menyeret teman-teman pendamping lainnya karena yang bersangkutan mengaku punya kenalan di kantor pajak. Teman-teman pendamping juga banyak ketipu sama oknum pendamping itu,” tukasnya.
BACA JUGA: Cirebon Timur Penyumbang Sampah Liar Terbanyak
Berdasarkan informasi yang ia terima, jumlah desa yang diduga digelapkan pajak DD-nya lebih dari 200 desa dengan jumlah potensi kerugian negara sekitar Rp24 miliar.
“Tapi data ini saya dapat informasi, kebenarannya memang harus diklarifikasi lagi,” kata dia.
Nurudin menambahkan, salah satu syarat pencairan DD tahap berikutnya adalah bukti lunas pajak yang diperoleh dari Kantor Pajak Pratama. Inspektorat dan DPMD sendiri hanya menindaklanjuti surat tersebut dan memberikan rekomendasi untuk pencairan tahap berikutnya.
BACA JUGA: DPRD Kabupaten Cirebon Ajukan Perubahan Raperda Tentang Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
“Dalam hal ini ada keterangan lunas dimana desa tidak punya tanggungan apapun alias klir penggunaan keuangan sebelumnya, sehingga bisa mencairkan tahap berikutnya di tahun berjalan,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, salah satu oknum pendamping desa diduga telah menggelapkan pajak DD. Oknum tersebut tidak menyetorkan pajak DD sejak tahun 2019 sampai tahun 2021. Nilainya pajak yang tidak disetor oknum tersebut cukup fantastis, yakni mencapai Rp24 miliar. Kasus dugaan penggelapan pajak tersebut baru muncul pada akhir tahun 2021 lalu.
Informasi yang terhimpun menyebutkan, ada lebih dari 200 desa di Kabupaten Cirebon yang pajak dana desanya telah digelapkan oleh oknum pendamping desa ini sejak 2019-2021. Kasus tersebut sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon sejak Januari 2022 kemarin. Bahkan, Kejari setempat sudah melakukan pemanggilan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait perkara tersebut. Potensi kerugian negara akibat tindakan oknum tersebut diperkirakan mencapai Rp24 miliar. (Islah)