KABUPATEN CIREBON, SC- Kabupaten Cirebon masuk dalam daerah dengan angka perceraiannya yang tinggi. Bahkan Kabupaten Cirebon masuk ke dalam tiga besar kabupaten/kota yang tertinggi angka perceraiannya secara nasional.
Hal itu dikemukakan, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Cirebon, Hj Enny Suhaeni, saat menggelar pembinaan petugas motivator ketahanan keluarga (Motekar) melalui zoom meeting, Senin (18/4/2022).
“Pada 2021 lalu, angka perceraian di Kabupaten Cirebon sebanyak 7.551 kasus yang terdiri dari 2.083 cerai talak dan 5.468 cerai gugat. Tugas dan fokus kita saat ini adalah menekan angka perceraian yang ada di Kabupaten Cirebon,” kata Enny.
BACA JUGA: Ramadhan, Kasus Perceraian Turun
Kondisi tersebut, menurut Enny, menjadi tugas berat petugas Motekar yang berada di DPPKBP3A untuk dapat terus menekan angka perceraian yang tinggi tersebut. Di sisi lain, DPPKBP3A hanya memiliki 55 petugas Motekar yang bertugas di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon.
“Jumlah tersebut tentu kurang ideal, namun hal tersebut tidak harus dijadikan kendala. Karena itu, Motekar pun dituntut untuk bisa berkolaborasi dengan elemen lainnya baik di tingkat desa maupun tingkatan masyarakat lainnya,” kata Enny.
Di tengah target penurunan angka perceraian, lanjut Enny, Motekar juga harus mampu menginventarisir persoalan-persoalan yang bisa menggangu ketahanan keluarga. Target tersebut menurut dia bisa tercapai dengan adanya kerjasama dari semua pihak untuk menuju Kabupaten Cirebon lebih baik.
BACA JUGA: Guru Dominasi Kasus Perceraian ASN
“Ada banyak persoalan yang dihadapi oleh Motekar, di sini kita berikan tips dan triknya dalam bertugas di lapangan. Teman-teman Motekar ini punya tugas berat karena sesuai dengan tupoksinya harus berhasil menjaga ketahanan keluarga,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ketahanan keluarga sangat dipengaruhi oleh persoalan ekonomi, pendidikan, dan hal-hal lainnya.
Menurut Enny, sebaran kasus perceraian sendiri paling banyak terjadi di Kecamatan Susukan. Di wilayah tersebut, kata dia, tercatat menjadi wilayah paling banyak kasus perceraian dengan 374 kasus yang terjadi pada 2021 lalu. Sedangkan wilayah lainnya dengan jumlah kasus yang cukup besar adalah Kecamatan Gegesik dengan 318 kasus perceraian. Kemudian Kecamatan Babakan dengan 312 kasus perceraian.
BACA JUGA: DPPKBP3A akan Intervensi Kegiatan P2WKSS
Diterangkannya, penyebab perceraian paling banyak ialah karena faktor ekonomi. Dimana, angkanya mencapai 6.895 kasus perceraian. Kemudian, disusul oleh perselisihan dan pertengkaran sebanyak 369 kasus dan meninggalkan salah satu pihak dengan angka 249 kasus perceraian.
“Faktor ekonomi masih menjadi faktor paling krusial dalam mempertahankan ketahanan rumah tangga,” terangnya.
Sedangkan untuk kecamatan dengan angka perceraian terendah selama tahun 2021 adalah Kecamatan Susukanlebak dan Karangsembung. Dua wilayah tersebut, sama-sama mencatatkan 88 kasus perceraian yang terjadi pada 2021 lalu.
BACA JUGA: DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Ida Laela Rukaeda: Pelaku Pelecehan Seksual Mayoritas Orang Terdekat
Sementara di periode 2022 ini, lanjut dia, yang sudah mendaftar perceraian jumlahnya sudah cukup banyak. Hingga periode Maret 2022 saja, sudah ada 689 kasus yang didaftarkan di Pengadilan Agama Sumber, dimana untuk kasus yang didaftarkan paling banyak dari wilayah lain. Sampai saat ini, sudah ada 45 kasus yang didaftarkan dari Kecamatan Susukan. Selanjutnya ada Kecamatan Gegesik sebanyak 35 perkara dan Kecamatan Kapetakan dengan 29 perkara yang didaftarkan.
“Tentu ini data valid karena kita minta ke PA Sumber. Data ini menjadi acuan kita untuk fokus dan intens melakukan upaya ketahanan keluarga ditengah persoalan-persoalan yang ada,” paparnya.
BACA JUGA: DPPKBP3A Klaim Angka Stunting di Kabupaten Cirebon Turun
Untuk membangun ketahanan keluarga agar semakin harmonis, pihaknya membekali Motekar untuk memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada keluarga-keluarga yang ada di Kabupaten Cirebon. Di antaranya dengan empat gerakan yakni melakukan kumpul berkualitas di mana keluarga meluangkan waktu minimal 20 menit sehari untuk berkomunikasi tanpa gawai, televisi dan alat elektronik lainnya.
“Quality time itu penting, mencoba ngobrol dari hati ke hati tentang aktivitas yang dilalui untuk menjaga keutuhan dan kekompakan keluarga,” terangnya.
Selain itu, upaya lainnya ialah melalui interaksi yang ditingkatkan, bukan hanya dengan keluarga inti tapi juga dengan keluarga besar, tetangga sekitar dan lain-lainnya. Upaya lainnya adalah membangun kemandirian, manfaatkan potensi setiap anggota keluarga, jangan bergantung pada pihak lain, gali pengetahuan dan tingkatkan keterampilan.
BACA JUGA: Jumlah Anak Menikah Dini Masih Banyak
Dan terakhir, adalah membangkitkan sikap peduli dan berbagi. Hal ini penting, menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sebagai keluarga harus ditanamkan sejak dini.
Dalam pembinaan melalui zoom meeting tersebut, Enny, didampingi Subkoordinator Pengarusutamaan Gender, Fungsional Penggerak Swadaya Ahli Muda DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Dewi Murni. (Islah)