BUDAYAWAN Cirebon, Mustakim Asteja menilai, kasus penjualan Benda Cagar Budaya Pompa Air Riol Ade Irma Suryani merupakan tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Karenanya, ia sangat menyayangkan jeratan hukum yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon kepada empat tersangka penjualan pompa air riol itu, hanya seputar dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tanpa sedikit pun menyinggung pelanggaran cagar budaya.
“Memang kasus ini dari awal tentang cagar budaya bukan tipikor, karena ada unsur perusakan cagar budaya apalagi menghapus,” kata Mustakim kepada Suara Cirebon saat dihubungi, Rabu (18/5/2022).
BACA JUGA: Geruduk Rumah Moh Yahya, Nasabah Investasi CSI Masih Berharap Uangnya Kembali
Mustakim meminta pihak penegak hukum jeli dalam menyelesaikan kasus tersebut. Dirinya juga meminta penyidik Kejaksaan Kota Cirebon tidak secara mutlak menilai pengrusakan dan penghilangan cagar budaya hanya berdasarkan nilai objek secara materiel semata, tapi juga kerugian tak benda lainnya.
“Yang namanya (benda) cagar budaya itu mempunyai nilai sejarah yang tidak bisa dihitung dengan angka. Jadi kalau kabarnya kerugiannya (materiel, red) sampai Rp510 juta, harusnya itu bisa lebih, bahkan sampai miliaran,” ujarnya.
Terkait hal itu, dirinya berharap penegak hukum di Kota Cirebon tidak hanya menjerat para tersangka dengan pasal tentang tindak pidana korupsi, tetapi juga pasal pelanggaran cagar budaya sebagaimana diatur di UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
BACA JUGA: Pasang Tarif Rp.500 Ribu per Malam, 2 Wanita Jajakan Jasa Begituan Melalui MiChat
“Jika ingin hal ini tidak terjadi kembali di kemudian hari, penyidik kejaksaan harus menjerat para tersangka bukan hanya soal korupsi, tetapi juga pasal pelanggaran cagar budaya. Karena dari awal awal kasus itu mengenai cagar budaya,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan empat orang tersangka pada kasus penjualan Benda Cagar Budaya Pompa Air Riol Ade Irma Suryani. Keempat tersangka itu yakni, Widiantoro Sogit Rahardjo (ASN-Camat Kesambi), Lolok Tiviyanto (ASN-Kabid BMD BPKPD), Pedro (swasta) dan Anton (swasta).
Pihak Kejaksaan Kota Cirebon masih terus melakukan pengembangan kasus tersebut. Kejaksaan pun tidak memungkiri peluang adanya tersangka lain dalam kasus itu. Dalam keterangan resminya, pihak Kejaksaan menyebut, kerugian negara atas kasus penjualan pompa air riol tersebut sedikitnya mencapai Rp510 juta.
BACA JUGA: Ditinggal Istri Merantau, Pria Bejat di Gegesik Cirebon Tega Setubuhi Adik Ipar Selama 2 Tahun
Informasi yang dihimpun Suara Cirebon menyebut, kasus itu berawal saat, Badan Keuangan Daerah (BKD) membuat surat yang ditujukan kepada Wali Kota Cirebon melalui Pj Sekretaris Daerah (Pj Sekda) saat itu, H Anwar Sanusi dengan Nomor Surat: 028/-BKD, Perihal Permohonan Persetujuan Pemindahtanganan dan Penghapusan Barang Milik Daerah tertanggal 4 September 2019 dan ditandatangani serta dicap resmi Pj Sekda.
Selanjutnya, proses administrasi dan surat serta proposal penghapusan aset pun berlanjut dan pada pelaksanaannya melibatkan pihak swasta sebagai kontraktor.
Kepala kejaksaan negeri (Kajari) Kota Cirebon Umaryadi SH MH menjelaskan, kasus tindak pidana penjualan pompa riol tersebut telah memasuki tahap penyidikan, setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, termasuk saksi ahli.
Pihaknya juga telah melakukan penyitaan juga terhadap sejumlah dokumen terkait dengan perkara ini. Sehingga, terhitung 7 April 2022 pihaknya telah meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dan menetapkan empat tersangka.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dari tim Jaksa penyidik diperoleh bahwa telah ditemukan minimal dua alat bukti yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP,” ujar Umaryadi. (Surya)