Pasalnya, menurut Imron, jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon masih kurang. Terlebih, PNS di Dinas Pendidikan atau guru yang jumlahnya masih sangat sedikit. Sementara ujung tombak pelayanan publik ada pada tenaga honorer.
“Saya tidak setuju. Apalagi guru, jumlah guru PNS itu sangat sedikit, sebagian besarnya adalah honorer. Saya khawatir akan mengganggu pelayanan kepada masyarakat, karena jumlah PNS yang pensiun dengan jumlah yang diangkat tidak sesuai,” ujar Imron, Kamis (9/6/2022).
Karena itu, ia meminta Pemerintah Pusat melakukan kajian lebih mendalam dan menyesuaikannya dengan kondisi riil di lapangan.
“Ya lihat saja perkembangannya. Mudah-mudahan keputusan ini tidak merugikan banyak masyarakat,” katanya.
Seperti diketahui, penataan tenaga non-aparatur sipil negara atau non-ASN pada Pemerintah Pusat maupun daerah adalah bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.
BACA JUGA: Diperjuangkan Jadi P3K oleh Bupati Cirebon, Tenaga Honorer yang Sempat Gundah Kini Semringah
Hal ini, karena tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer sehingga berdampak pada pengupahan yang kerap kali dibawah upah minimum regional (UMR).
Pengangkatan tenaga non-ASN harus sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR, maka model pengangkatannya melalui outsourcing.
Pemerintah juga mendorong tenaga honorer kategori II (THK-II) atau tenaga non-ASN lain untuk ikut seleksi calon ASN. Seleksi ini bisa diikuti oleh tenaga honorer melalui jalur calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sesuai dengan pemenuhan syarat masing-masing individu. (Islah)