Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, M Ridwan menyampaikan, sebelumnya perwakilan para pedagang sudah melakukan audiensi dengan Komisi II dan dinas terkait serta pemdes setempat. Hanya saja, sehari setelah itu aparat desa menginstruksikan agar dilakukan pengosongan pasar lama dan pindah ke pasar darurat.
Hal itulah yang kemudian memicu terjadinya bentrokan kedua belah pihak.
“Para pedagang sebenarnya sudah mau diarahkan untuk menahan diri. Tapi langkah aparat desa itu yang kemudian mendapat reaksi dari para pedagang,” kata Ridwan, Jumat (24/6/2022).
Dalam pertemuan kedua itu, kata dia, Komisi II sifatnya hanya menerima aspirasi dari para pedagang terkait revitalisasi Pasar Caplek atau Pasar Bode Lor tersebut.
“Mereka meminta agar dilakukan sinkronisasi dulu,” terangnya.
Pihaknya pun meminta, untuk sementara waktu semua pihak menahan diri terlebih dahulu. Ia mengakui, memang ada beberapa poin yang kurang sinkron ketika berkaca pada pengajuan dari pihak desa. Mulai dari harga yang ditawarkan hingga postur bangunan yang desainnya dua lantai dan dinilai berlebihan.
Sementara para pedagang menghendaki bangunannya cukup satu lantai. Sebab, status pasar tersebut adalah pasar tradisional atau pasar desa.
BACA JUGA: Bupati Siap Bahas Perbatasan dengan Wali Kota Cirebon
“Terkait tenor dan harga yang ditawarkan, masih harus dikomunikasikan,” paparnya.
Meski demikian, lanjut Ridwan, jika melihat kondisi pasar saat ini, memang sudah layak untuk direvitalisasi. Karena sudah lama tidak ada perbaikan sejak dibangun pada tahun 1980 lalu. Para pedagang pun sepakat dengan wacana itu.
Menurut Ridwan, kondisi seperti itu sudah sering terjadi di Kabupaten Cirebon. Sebelumnya, reaksi yang sama dari para pedagang yang sempat ramai adalah revitalisasi Pasar Jungjang, Kecamatan Arjawinangun.
Dikatakan Ridwan, seharusnya yang bisa menentukan adalah kepala desa atau kuwu. Ketika membangun pasar, semangatnya harus untuk kepentingan warga. Tentunya, bertujuan untuk memajukan daerahnya. Namun ketika misi yang dibawanya berbeda dan memerlukan cost tinggi, langkah yang harus dilakukan kuwu adalah mengomunikasikannya dengan para pedagang.
“Misalkan pedagang tidak memerlukan pasar dengan kondisi tinggi atau dua lantai dan para pedagang tidak mampu harusnya bisa dikomunikasikan. Apa keinginannya, bagaimana dengan harganya, berapa kemampuannya, sistemnya sewa atau angsuran, kan begitu,” bebernya.
BACA JUGA: Cabai Siap Panen Dipetik Pencuri
Dengan sejumlah fakta kondisi pasar desa seperti itu, politisi PKS tersebut mengaku lebih sepakat pasar desa dikelola oleh Pemda. Meskipun ada mekanisme yang harus ditempuh berupa penyerahan aset desa menjadi aset Pemda, ia meyakini para pedagan akan mendapatkan kepuasan lebih.
“Harus ada penyerahan aset terlebih dulu. Dari aset desa menjadi aset Pemda. Lalu apakah Pemdesnya mau?” tanya dia.
BACA JUGA: Desa dengan Kasus DBD Terbanyak Di-fogging
Pihaknya pun kemudian memberikan rekomendasi jangka pendek agar bisa menurunkan tensi demi meredakan konflik. “Bukan hanya soal tempatnya tapi juga penempatannya. Yang kios, los ya disesuaikan. Jangan sampai pindah ke pasar darurat tapi di sananya malah rebutan lagi,” pungkasnya. (Islah)