Sofwan menduga, proses pengisian jabatan Sekda melalui open bidding tersebut tidak objektif. Hal itu ia tegaskan menyusul adanya “warning” dari Wakil Bupati (Wabup) Cirebon melalui sejumlah media yang meminta pemilihan sekda tidak dilakukan by design.
Menurut Sofwan, proses dalam seleksi sekda sudah seharusnya dilakukan secara objektif dan profesional. Ia tidak ingin penentuan Sekda ini by design, sehingga open bidding yang digelar tidak dinilai hanya sebagai formalitas semata karena “pengantinnya” sudah disiapkan.
BACA JUGA: Rumor “Putra Mahkota” Bikin Open Bidding Sekda Kabupaten Cirebon Sepi
Dikatakan Opang, sapaan akrab Sofwan, panitia seleksi (Pansel) harus menerapkan objektivitas dan profesionalisme agar menghasilkan sekda terbaik dan berkualitas.
“Kalau nanti yang terpilih menjadi sekda tidak mempunyai integritas yang kuat, maka kepemimpinannya pun tidak menumbuhkan etos kerja yang baik pula. Sebab Sekda itu panglimanya PNS,” kata Opang, Minggu (7/8/2022).
Ia pun mengaku sangat mendukung dengan apa yang menjadi sorotan Wabup Cirebon mengenai rekam jejak para peserta open bidding. Karena rekam jejak para peserta harus menjadi pertimbangan penting dalam menentukan penilaian.
Sebab bagaimana pun, kata Opang, ketika rekam jejak pendidikan, lama bekerja, penempatan berdinas serta kinerja mereka selama menjadi ASN kurang baik, maka tidak seharusnya yang bersangkutan terpilih baik di tiga besar maupun menjadi Sekda terpilih.
“Apalagi wabub itukan bagian dari pengambil keputusan. Kalau bagian dari pengambil keputusan saja memberi warning sebuah proses agar objektif, jangan-jangan ini prosesnya tidak objektif,” tegas Opang.
BACA JUGA: Terancam, 158 Murid SDN Astanamukti Belajar di Bangunan Hampir Ambruk
Politisi Partai Gerindera itu melanjutkan, dugaan bakal tidak objektifnya proses open bidding itu tidak hanya terlihat dari warning Wabup Cirebon saja. Hal itu juga bisa dilihat sejak awal pendaftaran open bidding yang sepi peminat bahkan sampai harus diperpanjang waktu pendaftarannya.
Opang menduga, para ASN khususnya eselon II sudah memahami dan mereka merasa akan sia-sia jika memaksakan diri ikut mendaftar open bidding sekda. Karena calon sekdanya diduga sudah disiapkan oleh Bupati Cirebon.
“Jadi ya pantas saja peminatnya sedikit,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Cirebon, Hj. Wahyu Tjiptaningsih menyoroti proses seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama Sekda Kabupaten Cirebon. Ia meminta kepada Pansel agar bekerja secara profesional dan maksimal tanpa adanya kepentingan di dalamnya.
Menurut Ayu, posisi sekda sangat vital dalam sebuah pemerintahan. Sehingga seleksi ini diharapkan dapat menghasilkan sekda yang terbaik.
“Jabatan sekda kan sangat penting sehingga tidak boleh asal dalam menentukan,” ujar Ayu.
BACA JUGA: Miris! 10 Tahun Pemuda Desa Astanamukti Hidup Sebatang Kara di Gubug Reot
Ia menyebutkan rekam jejak yang menjadi salah satu penilaian dari para peserta, serta kompetensi bidang perlu menjadi pertimbangan penting. Sebab, rekam jejak ini bisa menjadi gambaran umum bagaimana kinerja para peserta.
“Rekam jejak ini kan pendidikan, lama bekerja, penempatannya saat berdinas di mana saja dan bagaimana kinerja para peserta pada suatu jabatan. Dengan demikian, penilaian rekam jejak ini harusnya independen sesuai kondisi para peserta,” katanya.
Disinggung peserta yang dijagokan olehnya, Ayu enggan membahas. Namun, Ayu juga sangat menyayangkan dengan adanya isu putra mahkota yang bergulir sebelum tahapan seleksi terbuka dimulai. Ia juga mengaku kecewa dengan kuantitas peserta open bidding sekda ini. Padahal, seleksi tersebut merupakan kesempatan para ASN sehingga seharusnya lebih banyak yang mendaftar.
Namun, jika memang prosesnya tetap berjalan, maka tim Pansel harus membuktikan bahwa isu putra mahkota dalam seleksi terbuka ini tidak benar. Tentunya, reputasi pansel dipertaruhkan karena masyarakat ikut mengawasinya.
“Jangan sampai seleksi terbuka ini sudah dirancang untuk meloloskan satu calon,” tandasnya. (Islah)