Setidaknya, ada dua hal yang ingin mereka curahkan kepada Wabup Cirebon, Hj Wahyu Tjiptaningsih, yakni terkait minimnya kuota pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) untuk tenaga kesehatan (nakes) di tahun 2022 ini.
Selain itu, mereka juga mempertanyakan reward (imbal jasa, red) yang dijanjikan Pemda Kabupaten Cirebon sebesar Rp300 ribu/nakes/bulan selama satu tahun yang hingga kini tak kunjung terealisasi.
BACA JUGA: Dinkes Kabupaten Cirebon Siagakan Ratusan Nakes untuk Layani Pemudik
Mereka mengaku akhirnya harus menyampaikan unek-unek ke Wabup lantaran upaya untuk bertemu Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait hal tersebut, tidak direspons oleh yang bersangkutan.
Ketua FPHN Kabupaten Cirebon, Sarniti, mengatakan, pihaknya sengaja menemui Wabup Cirebon mengingat upaya yang telah dilakukan sebelumnya tak membuahkan hasil. Menurut Sarniti, sebelumnya FPHN sudah lima kali mengirim surat dan meminta audiensi dengan kepala dinkes. Namun upaya tersebut tak membuahkan hasil karena kepala dinkes tidak merespons sama sekali.
“Alhamdulillah hari ini (kemarin, red) kami ketemu dengan Ibu Wabup, beliau memfasilitasi dan memberikan dukungan,” ujar Sarniti kepada awak media.
BACA JUGA: Kadinkes Kabupaten Cirebon: Insentif Nakes sudah Klir
Ia menerangkan, tujuan audiensi dengan Wabup tersebut adalah ingin difasilitasi bertemu dengan Kadinkes. Pasalnya, mereka juga merupakan bagian dari Dinkes. Ibarat sebuah keluarga, mereka adalah anak-anak dari Dinkes yang ingin dirangkul.
“Kami ingin tahu apakah kami masuk kuota P3K 2022 atau 2023. Kami masih bimbang karena kami belum pernah diberi kesempatan bertemu dengan beliau (kadis, red),” kata Sarniti.
Dikatakannya, kuota P3K untuk nakes setiap tahunnya tidak menentu. Tahun kemarin kuotanya sebanyak 96 nakes dan yang diterima hanya 32. Sedangkan tahun 2022 ini kuotanya hanya ditambah 15 sehingga jumlahnya 56. Itu pun, menurut Sarniti, yang diajukan hanya dari beberapa Puskesmas saja.
BACA JUGA: Bupati Cirebon Minta Ditunjukkan Bukti Pemotongan Insentif Nakes
“Sekarang kami kembalikan ke Pemda, apakah membutuhkan honorer nakes untuk melaksanakan tugas yang begitu banyak tapi tidak ada kesejahteraan buat kami,” kata Sarniti.
Jika nanti benar-benar tidak ada penambahan kuota dari dinkes, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan nantinya para nakes melakukan mogok kerja. Dan seandainya terjadi, ia memastikan pelayanan kesehatan di 60 Puskesmas akan hancur.
“Saya yakin itu karena semua tugas kebanyakan dilaksanakan oleh honorer baik di 60 Puskesmas, di Labkesda dan PSC. Di Puskesmas itu setengah pegawainya adalah honorer,” terangnya.
BACA JUGA: Dugaan Pemotongan Insentif Nakes, Bupati Cirebon Diminta Turun Tangan
Ia mengaku merasa miris dengan kondisi yang menimpa para nakes di Kabupaten Cirebon ini. Sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 yang mempertaruhkan nyawa, kesejahteraan para nakes justru masih jauh di bawah UMR. Gaji yang mereka terima hanya dari jasa pelayanan kesehatan saja. Besaran gaji para nakes memang sesuai kapitasi, namun rerata honor yang diterima masih di bawah Rp1 juta.
“Pemda memperjuangkan tenaga pendidikan kan sudah yang jumlahnya sampai 4.000 itu, harusnya seimbangkan kesehatan juga karena kami hanya 1.500-an saja. Kalau benar diperhatikan, sampai dua tahun juga mungkin beres. Tolong didengar jeritan hati kami para nakes,” ucapnya.
Selain itu, mereka juga mempertanyakan insentif yang dijanjikan Pemda yang sampai saat ini tak kunjung terealisasi. Ia menjelaskan, nilai insentif yang dijanjikan Pemda sebesar Rp300 ribu per orang per bulan selama satu tahun.
BACA JUGA: Bupati Cirebon, Imron Siap Tindaklanjuti Dugaan Potongan Honor Nakes
“Baru mendengar berita kami mau diberi insentif saja sudah senang sekali, tapi ternyata prosesnya dikembalikan ke SKPD, di pingpong kami, terutama Dinkes yang tidak mendukung,” bebernya.
Sementara itu, Wabup Cirebon, Hj Wahyu Tjiptaningsih, mengatakan, ada beberapa aspirasi yang disampaikan para nakes melalui forum tersebut. Wabup pun menilai upaya honorer nakes untuk mendapatkan kesejahteraan sebagai hal yang wajar.
“Mereka ingin ikut masuk kuota P3K. Menurut mereka, tahun 2022 ini kuotanya hanya 15, ini sangat kecil kalau dibandingkan dengan honorer guru,” kata Ayu, sapaan akrabnya.
BACA JUGA: Insentif Nakes Tahap Ketiga di Kabupaten Cirebon Terjeda
Ia menjelaskan, pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu indikator IPM. Dengan pendidikan, akan bisa menciptakan generasi emas dan unggul. Begitupun dengan kesehatan, para nakes yang berada di garda terdepan ini juga bertaruh nyawa pada penanganan Covid-19 kemarin. Karenanya, untuk menunjang generasi emas, maka harus didukung pula dengan kesehatan.
“Ya barangkali saya bisa menjembatani nakes yang ingin berdialog dengan Dinkes. Apa sih susahnya menerima aspirasi dari nakes. Kan aspirasi ini bisa kita tampung dan nanti dinas bisa sampaikan ke Bupati terkait anggaran P3K. Dengan dibuka ruang dialog mereka merasa diakui sebagai anak. Nanti saya akan komunikasi dengan Kadinkes. Ketika kinerjanya tidak memenuhi target yang diprogramkan, ya harus dievaluasi,” pungkasnya. (Islah)