Padahal, di bulan Agustus ini seharusnya para petambak garam tengah panen raya. Namun karena kondisi seperti itu, mereka pun harus gigit jari. Bahkan, tidak sedikit para petambak yang meninggalkan lahan mereka alias tidak diolah.
Seorang petambak garam desa setempat, Ismail Marzuki (35) bersama para petambak lainnya menagih janji Kepala Staf Presiden (KSP) RI, Moeldoko yang tahun lalu, berkunjung ke desa tersebut untuk mendengarkan keluhan para petambak garam. Saat itu, Moeldoko berjanji melalui Kementerian Kelautan untuk merevitalisasi bibir pantai di wilayah tersebut.
BACA JUGA: Kreatif, Mahasiswa STKIP Invada Buat Garam Kesehatan
Menurut Ismail, saat ini mayoritas lahan garam di desanya terendam air rob. Hanya sebagian lahan saja yang posisinya jauh dari laut, dalam keadaan aman dan bisa produksi.
“Kalau dijumlah ya ratusan hektare yang terendam air rob dan tidak bisa digarap. Paling hanya seperempat lahan garam yang bisa produksi tahun ini, itu pun mereka kesusahan juga mengolahnya,” kata Ismail, Selasa (23/8/2022).
Sebab, kata dia, meski posisinya jauh dari laut dan tidak terkena rob, cuaca kemarau tahun ini tidak menentu, karena di bulan Agustus ini masih turun hujan. Sehingga proses pengolahan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa menghasilkan garam.
BACA JUGA: Kebocoran dan Penyimpangan Garam Impor Bikin Harga Garam Lokal Anjlok hingga di Bawah Rp100/kg
Ia menjelaskan, kondisi lahan garam terendam air pasang ini sudah tiga tahun. Namun yang terparah adalah kemarau tahun ini. Dijelaskannya, pada tahun 2020 lalu, masih bisa memproduksi dan mendapatkan garam 7 ton dalam satu musim meski dari luas lahan 7.500 meter. Begitupun pada tahun 2021, lahan garam miliknya masih menghasilkan 5 ton garam.
Tapi di musim kemarau tahun 2022 ini, ia bersama petambak garam lainnya tidak bisa memproduksi sama sekali.
“Kalau dibandingkan tahun 2019 ya sangat jauh hasil produksi garamnya. Di lahan yang sama, saya masih bisa menghasilkan 85 ton garam dalam satu musim pada tahun 2019 lalu,” terangnya.
BACA JUGA: Petani Garam Curhat ke Moeldoko
Untuk harga garam di tingkat petambak, ia tak memungkiri memang lumayan tinggi. Per kilogramnya bisa mencapai Rp1.000 sampai Rp1.300 tergantung kualitas garam. Hanya saja, tingginya harga itu dikarenakan tidak ada garam di tingkat petambak.
“Percuma juga harga tinggi, kalau kami tidak bisa produksi. Tapi kalau semua bisa produksi, bisa saja harga garam seperti dulu-dulu. Saat panen raya malah anjlok di angka Rp100 per kilogramnya,” tutur Ismail.
Sebenarnya, lanjut Ismail, kunjungan KSP RI, Moeldoko sepuluh bulan yang lalu, menjadi harapan besar para petambak garam terhadap pemerintah pusat untuk bisa membenahi kondisi tersebut. Namun, sejumlah janji yang disampaikan KSP tersebut, sampai sekarang belum terealisasi sama sekali.
BACA JUGA: Petani Timbun Garam, Tunggu Harga Naik
“Ya kami pasrah saja dengan kondisi ini. Tapi kalau boleh menagih janji Bapak Moeldoko ya kami minta segera direalisasikan. Salah satunya, Pak Moeldoko menjanjikan melalui kementerian mau membenahi sepanjang pantai agar tidak terus digerus abrasi karena rob,” terangnya.
Petambak garam lainnya, Tohari menyampaikan, tahun ini ia meninggalkan lahan garapan garamnya. Ia mengaku menyerah dan terpaksa tidak melanjutkan untuk mengolah lahan garamnya. Lantaran sudah beberapa kali mencoba menambak tanggul tetapi selalu saja diterjang rob. Ia menyebut, upaya tersebut menjadi percuma dan hanya membuang waktu, tenaga serta biaya saja.
“Tahun ini paling parah dibandingkan dua tahun sebelumnya,” kata Tohari.
BACA JUGA: Efek Banjir Garam Impor di Pasaran Harga Anjlok Petani Terpaksa Timbun Garam
Berbeda dengan Ismail dan Tohari, petambak garam lainnya, Oman Mukti mengaku, dirinya sudah bisa memanen garam di lahan garapannya. Hanya saja, ia mengaku kesulitan untuk mengolah dan memproduksi garam seperti sebelumnya. Selain cuaca tak menentu, ia juga harus berjuang selama 7 bulan untuk bisa memanen garam.
Oman menyampaikan, dari Januari 2022 sudah mengolah lahan garam dengan terus-terusan menambak tanggul. Setiap kali rob tinggi, tiap kali itu pula ia bekerja membenahi dan meninggikan tanggulnya supaya air rob tidak masuk ke lahan garam.
“Baru bisa merasakan hasilnya, tapi tidak bisa banyak seperti dulu. Padahal dari bulan Januari saya sudah terjun,” ujarnya. (Islah)