SUARA CIREBON – Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Guru Besar IAIN Syekh Nur Jati Cirebon Professor Sugianto mengatakan, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat keliru menetapkan putusan penundaan Pemilu 2024 saat menangani gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), belum lama ini.
Sugianto bahkan menyebut, putusan penundaan pemilu tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Pasalnya, merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, pemilihan umum wajib dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Karena itu, menurutnya, UU Pemilu tidak diberi ruang sama sekali untuk menunda pemilu secara nasional. Sugianto juga menilai, PN Jakarta Pusat (Jakpus) tidak memiliki kewenangan menetapkan penundaan pemilu. Sebab, menurut dia, hal tersebut bukan ranah pengadilan negeri.
“(Penundaan pemilu, red) tidak melalui putusan pengadilan, tapi melalui peraturan KPU,” kata Sugianto, saat ditemui di ruangan kerjanya, Selasa, 7 Maret 2023.
Menurutnya, dalam ranah perdata terikat dengan konsep privat, dampak putusan dari peradilan perdata juga hanya boleh dirasakan oleh pihak penggugat dan tergugat.
“Bukan untuk umum. Jadi inilah alasan mengapa putusan ini keliru,” katanya.
Dia menegaskan, KPU harus tetap melaksanakan tahapan-tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah ditetapkan dan mengabaikan putusan PN Jakarta Pusat tersebut.
“KPU harus jalan terus, laksanakan amanah undang-undang, pemilu dilaksakan lima tahun sekali dan tidak bisa ditunda, bahkan oleh putusan pengadilan,” tegasnya.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut diketuai T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023 lalu.
Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.
Putusan Majelis Hakim PN Jakpus itu mengundang kritik keras sejumlah pihak, termasuk dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD. Kritikan juga datang dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddique. Jimly mengatakan, hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan Pemilu ditunda hingga 2025 layak untuk dipecat.***