SUARA CIREBON – Penanganan limbah batu alam di Kabupaten Cirebon nampaknya belum serius dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon.
Padahal, limbah batu alam merupakan persoalan yang penanganannya membutuhkan keseriusan, mengingat kondisinya sudah sangat mendesak.
Dampak dari limbah batu alam tersebut bahkan sudah lama dikeluhkan para petani karena sistem pengairan dari sungai di sekitar area persawahan sudah tercemar limbah batu alam.
Namun, hingga kini upaya yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon dalam merelokasi para pengrajin batu alam gagal dilakukan.
Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan dan Penataan Hukum DLH Kabupaten Cirebon,Yuyu Jayudin mengatakan, hingga kini pihaknya masih kesulitan untuk melakukan relokasi para perajin batu alam tersebut.
Pasalnya, hingga tahun 2023 ini tidak ada anggaran untuk relokasi para perajin batu alam tersebut. “Tahun ini berhenti, karena tidak mendapatkan anggaran,” ujar Yuyu Jayudin di Sumber, Senin 6 Maret 2023.
Menurut Yuyu, pengajuan anggaran untuk merelokasi perajin batu alam selalu dilakukan setiap tahunnya. Karena, permasalahan limbah batu alam di Kabulaten Cirebon masih belum terselesaikan.
Yuyu menjelaskan, permasalahan limbah batu alam memang sangat urgent dilakukan, mengingat dampak dari limbah tersebut sudah mencemari air sungai dan lahan pertanian.
Pada tahun 2018 lalu, kata Yuyu, anggaran yang dibutuhkan sesuai Detail Engineering Design (DED) adalah Rp34 miliar.
Pihaknya sudah menyediakan lahan seluas 4,2 hektare untuk merelokasi para perajin batu alam yang ada di Kecamatan Dukupuntang.
Lahan yang dipersiapkan tersebut, untuk merelokasi perajin batu alam skala kecil yang memiliki 2 sampai 3 mesin.
Sedangkan untuk kapasitas lebih dari 3 mesin, pihaknya meminta para perajin membangun sendiri karena dinilai sudah mampu.
“Ada sekitar 80 perajin batu alam dengan kapasitas maksimal 3 mesin. Kalau untuk kapasitas mesin lebih dari 3, ada 100 lebih perajin dan paling banyak di wilayah Kecamatan Dukupuntang,” kata Yuyu.
Ia menjelaskan, di tahun yang sama, DLH Kabupaten Cirebon mendapat kucuran anggaran dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebesar Rp 1 miliar.
Anggaran tersebut, untuk pembuatan IPAL Komunal di beberapa lokasi dengan menggunakan bata ringgan untuk menampung limbah batu alam.
Nemun, sambung Yuyu, hingga kini IPAL tersebut belum bisa dimanfaatkan. “Sampai sekarang alhamdullilah bersih karena belum terpakai sama sekali,” tukasnya.
Kemudian pada tahun 2019, imbuh Yuyu, DLH mendapatkan kucuran anggaran sebesar Rp 2,5 miliar. Nemun, kegiatannya terhenti karena ada recofucing anggaran untuk penanganan Covid-19.
Para perajin batu alam di Kabupaten Cirebon sendiri tersebar di beberapa kecamatan, di antaranya Kecamatan Dukupuntang, Palimanan, Jambang dan Kecamatan Depok.***