SUARA CIREBON – Dosen Ilmu Falak IAIN Cirebon, Akhmad Nadiein MH mengatakan, pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sepakat sama mengawali Ramadan tahun 2023 ini.
Bulan yang selalu dinantikan oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia, termasuk kaum muslimin Indonesia. Bulan suci Ramadan sebagai bulan penuh rahmat, berkah, dan maghfiroh Allah SWT.
Banyak keistimewaan bulan ramadan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan selain bulan Ramadan.
Pada bulan ini bagi kaum muslimin diperintahkan untuk menahan diri dari makan dan minum dan lain sebagainya yang dimulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari sebagai implementasi pelaksanaan rukun Islam yang keempat yaitu Puasa di bulan Ramadan.
Seluruh kaum muslimin yang telah memenuhi syarat diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa dari awal hingga akhir Ramadan kecuali bagi yang berhalangan untuk melaksanakannya (adanya udzur syar’i).
“Untuk menentukan awal bulan Ramadan yang penuh berkah ini, ada beberapa metode yang digunakan oleh pemerintah dan organisasi keagamaan di Indonesia,” ujar Akhmad Nadirin.
Dijelaskan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, sebagai dua ormas terbesar di Indonesia menggunakan metode yang berbeda dalam menentukan awal bulan Ramdlan.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan Ramadan. Hisab adalah metode perhitungan matematis berdasarkan gerakan benda-benda langit, termasuk matahari, bumi dan bulan. Adapun kriteria yang digunakan adalah kriteria wujudul hilal.
Sedangkan Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode imkanur rukyah, yaitu pengamatan langsung bulan sabit baru setelah matahari terbenam untuk bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah dengan kriteria neo-MABIMS.
Sedangkan, metode hisab hanya digunakan sebagai data pendukung untuk melakukan kegiatan rukyatul hilal.
Akhmad Nadirin juga menjelaskan, dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah, dijelaskan bahwa awal bulan kamariah ditentukan dengan menggunakan hisab hakiki dan kriteria wujudul hilal.
Menurutnya, untuk menentukan awal bulan, harus dipenuhi tiga syarat kumulatif pada hari ke-29 ketika matahari terbenam, yaitu (1) terjadi ijtimak, (2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat matahari terbenam, Bulan (piringan atasnya) masih terlihat di atas ufuk.
Jika salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka bulan akan dilengkapi menjadi tiga puluh hari dan bulan baru dimulai keesokan harinya.
Adapun Nahdlatul Ulama’ dan Pemerintah menggunakan kriteri MABIMS yang baru (MABIMS merupakan forum Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengeluarkan kriteria imkanur rukyah hilal Nahdlatul Ulama melalui Surat Keputusan LF PBNU No. 001/SK/LF–PBNU/III/2022 Tentang Kriteria Imkanur Rukyah Nahdlatul Ulama.
Lembaga Falakiyah dalam lampiran surat keputusannya menyebut ketinggian hilal awal Ramadan 1443 H minimal 3 (tiga) derajat dan elongasi hilal minimal 6,4 derajat.
Kriteria ini merupakan pembaruan dari kriteria sebelumnya, yakni 2 derajat dengan sudut elongasi 3 derajat yang mendapat masukan dan kritik dari para pegiata ilmu falak dan astronmi.
Begitu juga Pemerintah melalui Kementerian Agama, telah mengesahkan penggunaan Kriteria MABIMS yang baru yaitu ketinggian hilal minimal 3 derajat dan elongansi minimal 6,4 derajat, mulai tahun 2022 yang disahkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Kriteria ini sebelumnya telah disepakati saat sidang MABIMS ke-44 di Singapura yang dilaksanakan pada tanggal 11-14 November 2019.
Kondisi hilal akhir Sya’ban Ketinggian hilal dan sudut elongasi di akhir bulan sya’ban (hari ke-29) yang bertepatan dengan hari rabu, 22 Maret 2023 M yang menjadi kriteria awal bulan kamariah, bervariasi nilainya di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan hasil hisab diketahui bahwa ijtimak telah terjadi pada pukul 00:23:27.90 WIB pada tanggal 22 Maret 2023. Adapun nilai ketinggian hilal bervariasi dari 060 52’ 41” – 090 09’ 05” di wilayah Indonesia bagian paling timur ataupun barat dan wilayah paling selatan ataupun utara. Sedangkan sudut elongasi nilainya berkisar antara dari 090 33’ 11” – 100 40’ 27”.
Sebagai contoh untuk wilayah Cirebon dengan Markaz Hisab, Masjid Al-Jami’ah IAIN Syekh Nurjati Cirebon maka diperoleh data hisabnya sebagai berikut: ketinggian hilal mari’i sebesar 080 12’ 26” dan sudut elongasi (geosentrik) sebesar 100 11’ 40”.
Awal Ramadan sama berdasar data hisab mengenai kondisi hilal tersebut, maka akan terpenuhi semua persyaratan kriteria penentuan awal bula kamariah baik menggunakan kriteria wujudul hilal yang digunakan oleh Muhammadiyah maupun kriteria imkanur rukyah MABIMS yang diadopsi oleh Pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Kondisi hilal dalam perspektif kriteria wujudul hilal telah terpenuhi semua syaratnya karena ijtimak telah terjadi sebelum ghurub yaitu pada pukul 00:23:27.90, dan hilal di atas ufuk saat matahari terbenam.
Sedangkan kondisi hilal dalam perspektif NU dan Pemerintah yang menggunakan kriteria imkanur rukyah MABIMS diperoleh bahwa ketinggian hilal berkisar 060 52’ 41” – 090 09’ 05” yang sudah melebihi syarat minimal yaitu 30.
Sedangkan sudut elongasi berkisar antara 090 33’ 11” – 100 40’ 27”, lebih besar dari syarat minimal yaitu 6,40. Berdasarkan kondisi hilal dan terpenuhinya persyaratan kondisi hilal menurut kriteria wujudul hilal dan imaknur rukyah MABIMS, kemungkinan besar awal Ramadan antara Nahdlatul Ulama (NU), Pemerintah dan Muhammadiyah (akan) sama pada keesokan harinya yaitu hari kamis tanggal 23 Maret 2023 M.***