SUARA CIREBON – Nama Anas Urbaningrum dalam dua hari ini menghiasi banyak pemberitaan media dan memperoleh sorotan masyarakat luas.
Anas Urbaningrum, mantan Ketua umum Partai Demokrat di era Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY), resmi keluar dari Lapas Sukamiskin Kota Bandung, Selasa 11 April 2023.
Ribuan massa menyambut keluarnya Anas Urbaningrum yang juga mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) tersebut.
Begitu keluar dari pintu gerbang Lapas Sukamiskin, Selasa siang, Anas Urbaningrum langsung didapuk massa untuk menyampaikan pidato perdana kebebasannya.
Dari pidao sekitar 15 menit yang disampaikan, Anas Urbaningrum terkesan menabuh genderang perang.
Pidatonya berisi sejumlah sindiran pedas. Tidak dijelaskan ditujukan kepada siapa. Namun menjadi rahasia umum, pidato Anas Urbaningrum seperti menyindir mantan Presiden SBY.
Berikut isi lengkap pidato Anas Urbaningrum :
…”Salam sejahtera untuk kita sekalian, shalom, om swastiastu, salam kebajikan, salam keadilan, salam pergerakan, salam Indonesia.
Alhamdulillah, hari ini, 11 April 2023, dengan diantar oleh Kepala Sekolah saya ini, Pak Kalapas Pak Kunrat Kasmiri dan kita semua.
Saya dapat berdiri di tempat ini untuk mengikuti program yang sudah disampaikan oleh Pak Kalapas, yakni cuti menjelang bebas untuk 3 bulan kedepan.
Yang pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Pak Kalapas dan seluruh jajaran yang selama ini sudah, istilahnya membina saya dan kami semua yang ada di dalam sampai pada masing-masing pada titik bebas atau merdeka.
Itu satu hal yang tidak mungkin saya lupakan.
Yang kedua, terima kasih kepada teman-teman, sahabat-sahabat yang hadir.
Saya harus menyebut beberapa di antaranya, sahabat lama saya, Saan Mustopa tambah glowing hari ini, kemudian sahabat saya, ada adik-adik PB HMI, ada adik-adik Cipayung, dan tentu saja di belakang saya pasti wajahnya sangat dikenal, ini sahabat saya Gede Pasek Suardika dan banyak yang lain.
Ada, pokoknya banyaklah. Pokoknya banyak dari mana saja. Saya sungguh terima kasih karena kehadiran saudara-saudara sekalian di halaman Lapas Sukamiskin ini, buat saya bukan memposisikan saudara-saudara saya ini pada tempat di halaman hati saya.
Tapi, semuanya yang hadir disini maupun yang tidak hadir dengan mengirimkan doa, permohonan kepada Tuhan, mengirimkan harapan semuanya, saya yakin ada di dalam relung-relung hati yang terdalam.
Karena di dalam relung hati terdalam itulah kita punya ikatan hati, ikatan batin, ikatan rasa, ikatan komitmen, dan merasa kita ini bukan individu-individu yang bisa berjalan bergerak sendiri-sendiri, tapi sebagai sebuah jalinan komunitas perjuangan.
Ketiga, saya berterima kasih kepada teman-teman wartawan yang dengan sabar dan agak susah payah berada di tempat ini.
Karena tempat ini bukan favorit buat wartawan, tapi Alhamdulillah bisa berkumpul di tempat ini.
Selain terima kasih, Pak Kalapas, saya ingin menyampaikan permohonan maaf.
Pertama, mohon maaf kalau ada yang berpikir bahwa saya di tempat ini mati membusuk.
Kalau ada yang berpikir saya di tempat ini menjadi bangkai fisik dan bangkai sosial. Minta maaf bahwa itu alhamdulillah tidak terjadi.
Alhamdulillah, dengan dukungan keluarga, dukungan teman-teman, dukungan para sahabat, saya tetap bisa hadir hidup tegak berdiri.
Bukan hanya hidup, menurut saya, saya hadir disini dengan sadar, dengan sehat, dan waras.
Kedua, saya juga mohon maaf kalau ada yang berpikir bahwa dengan waktu saya agak lama di sini terhitung hari ini berarti 9 tahun 3 bulan, waktu yang cukup lama, itu hampir 2 periode Pak Saan di DPR, mohon maaf kalau ada yang berpikir dengan waktu yang lama itu kemudian bisa memisahkan saya dengan sahabat-sahabat saya seperjuangan.
Mohon maaf kalau ada yang berpikir, bahwa bisa memisahkan saya dari gerak hidup dan denyut nadi Indonesia yang kita cintai.
Karena ikatan batin, ikatan rasa, ikatan nilai, ikatan spirit semangat, ikatan komitmen dan ikatan keberanian untuk terus melangkah maju itu akan membuat yang berpikir seperti itu, mohon maaf, seperti tidurnya di siang hari, tidurnya di siang bolong.
Jadi sungguh saya mohon maaf. Saya juga mohon maaf, kalau ada yang menyusun skenario besar bahwa dengan saya dimasukkan dalam waktu yang lama di tempat ini menganggap bahwa Anas sudah selesai.
Skenario boleh besar, boleh kuat, boleh hebat, tapi sehebat apapun, sekuat apapun, serinci apapun, skenario manusia tidak akan mampu mengalahkan skenario Tuhan.
Wamakaru wamakarullah wallahu khoirul maakirin. Dengan begini saya ingin mengatakan kepada kita semua, bahwa saya ingin berpikir kedepan. Kedepan itu juga sekaligus dengan permohonan maaf.
Mohon maaf kalau ada yang berpikir saya keluar, merdeka, bebas ini kemudian mendatangkan atau melahirkan permusuhan atau pertentangan, saya katakan mohon maaf, tidak!
Tidak! Saya tidak ada kamus pertentangan permusuhan. etapi kamus saya adalah perjuangan keadilan.
Andai dalam perjuangan keadilan itu ada yang merasa termusuhi, mohon maaf bukan karena saya hobi permusuhan, tetapi itu konsekuensi perjuangan keadilan.
Jadi hati saya, sikap saya adalah sikap persaudaraan, sikap persahabatan. Itu ingin saya garis bawahi.
Mohon maaf saya ingin menyampaikan hal-hal lain, saya menduga Pak Kalapas dan Pak Kadivas sudah capek mendengarkan.
Jadi kita lanjutkan nanti di tempat berikutnya, karena tentu beliau tugasnya sampai disini. Karena itu saudara sekalian, dalam tradisi para aktivis saya ingin sampaikan yang terakhir.
Dalam tradisi para aktivis, pertandian, kompetisi itu hal biasa. Kami para aktivis itu diajarkan itu sejak kecil, sejak bayi sebagai aktivis.
Tapi buat saya pertandingan itu dalam konteks demokrasi adalah pertandingan yang jujur, fair, terbuka, dan objektif.
Pertandingan yang terbuka, jujur, dan objektif, tidak boleh menggunakan pihak lain, tidak boleh pertandingan pakai teknik lama nabok nyilih tangan.
Itu pertandingan yang jujur. Kalau tidak ada pertandingan yang jujur, sesungguhnya buat para aktivis tidak tertarik untuk ikut pertandingan.
Itulah yang ingin saya sampaikan. Sekali lagi terima kasih untuk semua, mudah-mudahan hari ini menjadi titik langkah saya dan kita semua untuk tetap mencintai negeri ini.
Kita semua para aktivis tidak mungkin diceraikan, tidak mungkin dipisahkan, kecintaan kita kepada negeri ini, kepada Indonesia, tidak mungkin kita diceraikan dengan komitmen kita untuk Indonesia kedepan yang lebih baik.
Tidak mungkin kita semua bisa dipisahkan dengan semangat untuk memberikan kontribusi dan bakti untuk negeri yang kita cintai ini.
Mudah-mudahan negeri kita ini makin maju, berkembang menjadi negeri baldatun thoyyibatun warobbun ghofur.
Negeri NKRI yang makmur, maju, bersatu, dan rakyatnya sebanyak mungkin menikmati janji-janji kemerdekaan.
Inilah sekali lagi terima kasih dan mohon maaf, jika ada yang kurang berkenan. Sekali lagi, saya ingin terakhir memekikkan 45.
Boleh ya Pak? Merdeka! Merdeka! Merdeka! Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Hidup Kalapas.”
Usai menyampaikam pidato Anas Urbaningrum melanjutkan perjalanan ke sebuah rumah makan untuk acara buka puasa bersama.
Di rumah makan itu, Ana Urbaningrum juga sempat mengungkapkan sikapnya. Sebelum kembali ke Jakarta, Anas Urbaningrum memilih mudik ke kampung halamannya di Blitar, Jawa Timur.
Anas Urbaningrum mengaku akan beristihat, sungkem ke orang tua dan keluarga, serta merenung sebelum akhirnya kembali ke Jakarta.***