SUARA CIREBON – Buntut konflik internal di tubuh PKB Kabupaten Cirebon usai pergantian puncak pimpinan DPC dari R Hasan Basori (RHB) kepada H Jamal Abdul Latief, sejumlah kader dan pengurus memilih mengundurkan diri.
Bahkan tidak sedikit yang memilih untuk bergabung dengan partai lain.
Hal itu dikemukakan kader senior PKB, Toto Sumlang Abdulah yang menyatakan diri meninggalkan jabatannya sebagai ketua Dewan Syuro DPAC PKB Kecamatan Pabuaran.
Toto Sumlang juga mengaku keluar dari keanggotaan PKB sebagai respons atas konflik internal yang berkembang saat ini.
“Karena saya tahu ada atau tidak adanya saya di PKB tidak akan berpengaruh apa-apa buat PKB. Saya menilai mekanisme DPP PKB tidak mendidik, terkesan hanya menindas kader yang ada di bawah saja,” ujar Toto kepada awak media, Kamis, 13 April 2023.
Toto menegaskan, pilihannya untuk meninggalkan jabatan ketua Dewan Syuro DPAC PKB Kecamatan Pabuaran, bukan karena tidak suka dengan Jamil Abdul Latief yang menggantikan posisi RHB di DPC PKB.
Namun, sistem yang diterapkan DPP PKB yang dinilai melanggar AD/ART partai dan terkesan seenaknya sendiri, tak menutup kemungkinan ke depannya bisa terulang.
“Mekanisme DPP ini yang tidak mendidik, justru menindas kader yang lagi serius berjuang malah dieksekusi oleh algojo yang dalam hal ini DPP PKB,” katanya.
Ia menjelaskan, tidak ada partai di Indonesia ketika ada agenda Muscab untuk memilih ketua DPC, peserta pemilihnya bukan DPAC sesuai AD/ART kecuali di PKB.
“Dan tidak ada ketua DPC diganti di tengah perjalanan atau dipecat tanpa keterangan atau alasan yang jelas apa kesalahannya, kecuali di PKB,” katanya.
Dulu, saat Muscab PKB Kabupaten Cirebon, dirinya tidak setuju ketua DPC ditunjuk oleh DPP. Tetapi, imbuh dia, barangkali saat itu cara itulah yang harus dilakukan.
Kemudian ia coba untuk mengikuti, suka atau tidak harus memberikan dukungan kebijakan yang dibuat DPP, lalu menerima produk DPP.
“Artinya ketua DPC pada saat ini made in ketum atau DPP. Saya kira selanjutnya andai ketua pilihan ketum itu suatu saat melakukan kesalahan, ketum lah orang yang paling bertanggung jawab,” katanya.
“Bukan setelah ada bisikan yang bisikannya entah itu benar entah tidak. Lalu ketum menggunakan tangan besinya kemudian kapan beliau mau ketua DPC diangkat, kapan ketua DPC beliau turunkan,” lanjutnya.
Menurut Toto, sebenarnya, setalah diangkat menjadi ketua DPC, Hasan Basori langsung merapikan barisan, bekerja keras membenahi partai yang sebelumnya penuh dengan kekurangan-kekurangan dari segala sektor. Ia menilai Hasan Basori mematuhi semua petunjuk DPW dan aturan yang dibuat DPP.
“Tiba-tiba diberhentikan tanpa alasan jelas. Saya sebagai kader PKB yang sudah malang melintang selama lebih dari 20 tahun mendengar kabar pergantian itu, merasa seperti disambar petir di siang bolong, di saat terik matahari menyinari bumi,” ungkapnya.
Ia pun mempertanyakan cara yang dilakukan DPP, kenapa struktural DPC dibuat demikian. Padahal, setiap ketua sudah barang tentu mempunyai gerbong, pengikutnya dipastikan kecewa.
“Termasuk saya orang yang selama ini terus memberi dorongan semangat kepada RHB, sungguh sangat kecewa,” katanya.
Toto mengaku, dirinya masuk ke partai karena ingin memiliki kemerdekaan bagi semua orang untuk berpikir cerdas, serta berekspresi melalui partai politik (PKB).
Tetapi, ternyata kemerdekaan itu sudah dirampas, pikirannya disumbat. Kesannya kader di bawah tidak boleh menyalurkan aspirasi apa-apa, karena kewenangan semua berada di atas (DPP).
“Artinya, suka tidak suka kita harus terima, padahal perolehan suara partai ada pada orang-orang yang berada di bawah, mereka dari kampung ke kampung mendekati pemilih suara, head to haed mereka menemui hak pilih,” ungkapnya.
Ia pun mempertanyakan, kapan orang-orang DPP bisa mengenal kader-kader yang ada di kampung-kampung.
“Mereka hanya bisa bikin aturan yang kemudian aturan itu mereka langgar sendiri,” tandasnya.***