SUARA CIREBON – Kasus 63 jemaah haji Furoda diduga ilegal yang berhasil digagalkan keberangkatannya membuat geger masyarakat Desa Tuk Karangsuwung, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon.
Sebanyak 63 jemaah haji tersebut diduga menjadi korban penipuan dengan modus haji gratis hadiah dari Kerajaan Arab Saudi.
Mereka dijanjikan berangkat ibadah haji secara gratis melalui undangan khusus dari Kerajaan Arab Saudi.
Beruntung keberangkatan 63 calon jemaah haji tersebut berhasil digagalkan karena banyak kejanggalan dalam prosesnya, termasuk diantaranya tidak mengantongi visa dan paspor.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Kabupaten Cirebon, H Yuto Nasikin mengatakan, proses untuk haji Furoda bukan kewenangan Kemenag daerah.
“Furoda itu bukan kewenangan kita,” tegas Yuto Nasikin, Kamis, 15 Juni 2023.
Bahkan, dikatakan Yuto, pengawasan pelaksanaan haji Furoda juga dilakukan langsung oleh Kemenag pusat.
Yuto menjelaskan, dulu Kemenag di daerah termasuk di Kabupaten Cirebon hanya diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasinya saja.
Namun sejak awal tahun ini, kewenangan tersebut sudah dicabut sehingga para calon jemaah haji Furoda bisa datang langsung ke imigrasi untuk membuat paspor.
“Sejak awal tahun ini tidak ada lagi rekomendasi untuk umroh dan haji khusus (UHK) ini,” kata Yuto.
Menurut Yuto, para calon haji Furoda tersebut melakukan pendaftarannya langsung melalui travel UHK. Sehingga ketika ada permasalahan dengan pemberangkatannya, masyarakat bisa langsung mendesak pihak travel dimaksud.
Sepengetahuannya, kuota haji Furoda memang ada dan disediakan oleh pemerintah Arab Saudi setiap tahunnya. Hanya saja, Kemenag daerah tidak memiliki kewenangan dalam proses pemberangkatannya.
“Kuota (Kemenag Kabupaten Cirebon, red) kita hanya haji khusus dan reguler. Kalau Furoda bukan dari kita, jadi tidak tahu persis,” kata Yuto.
Namun kuota haji tersebut, biasanya diberikan kepada orang-orang istimewa atau orang-orang khusus dengan kata lain sebagai undangan khusus.
Yuto mengaku tidak tahu persis jumlah kuotanya karena haji tersebut bukan kewenangan daerah.
Diduga, kuota tersebut kini diperjualbelikan sehingga banyak yang gagal berangkat karena antara kuota yang tersedia dengan peminatnya tidak seimbang.
“Dalam Furoda itu biasanya visa yang diperjualbelikan,” paparnya.***