SUARA CIREBON – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja Cirebon mengelar demo atau aksi unjuk rasa (unras) di depan kantor Bupati Cirebon, Senin, 13 November 2023.
Dalam aksinya, para demonstran menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Cirebon sebesar 15 persen. Selain itu, mereka juga menuntut dicabutmya PP Nomor 51 Tahun 2023 dan meminta Pemkab segera mengisi kekosongan mediator di Kabupaten Cirebon.
Sekjen Federasi Serikat Pekerja Meral Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya, Moh Machbub mengatakan, tuntutan kenaikan UMK sebesar 15 persen didasarkan atas survei internal yang dilakukan pihaknya. Dimana, dari survei tersebut di beberapa pasar tradisional diketahui sejumlah harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan signifikan.
Selain itu, biaya hidup, sewa kontrakan serta pertumbuhan ekonomi makro yang kini posisinya berada di atas 5,2 persen. Kondisi tersebut, menjadi alasan kaum buruh meminta kenaikan UMK sebesar 15 persen.
“Semua kebutuhan pokok mengalami kenaikan, biaya hidup, kontrakan, serta tentang ekonomi makro yang pertumbuhannya kini di atas 5,2 persen,” kata Machbub.
Sedangkan terkait tuntutan kedua, yakni pencabutan PP Nomor 51 Tahun 2023, kata Machbub, hal itu didasari karena adanya persyaratan upah batas atas dan upah batas bawah di PP tersebut.
“Kalau suatu daerah konsumsi rumah tangganya dan yang bekerja, nilainya di atas hal tersebut, maka dipastikan daerah tersebut tidak ada kenaikan seperti daerah Purwakarta dan Karawang,” paparnya.
Menurutnya, untuk Cirebon sendiri dengan persyaratan tersebut, pihaknya sudah menghitung kenaikan UMK berada di angka 3,3 persen. Jika dirupiahkan, angka 3,3 persen itu nilainya sebesar Rp80 ribu. Kalau dibagi 30 hari, maka angkanya ada di Rp2.600. “
“Bayangkan, untuk hidup di Kabupaten Cirebon apakah cukup, sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen. Dimana letak keadilannya,” tegasnya.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tersebut paling banyak disumbang oleh kaum buruh. Artinya, buruh memiliki andil dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Buruh yang menyumbang pertumbuhan ekonomi dihargai Rp2.600. Harusnya di atas pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” tegas Machbub.
Dalam kesempatan itu, buruh juga mempertanyakan fungsi dan dan tugas dewan pengupahan. Karena menurut Kepres 107/2004 tentang Dewan Pengupahan, adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Wali Kota dalam rangka pengusulan upah minimum.
Namun faktanya, meskipun dewan pengupahan kabupaten belum melakukan rapat pleno, tapi UMK sudah ditentukan oleh pemerintah melalui Kemenaker dengan PP 51 tahun 2023.
“Jadi dewan pengupahan mendingan dibubarkan saja, karena percuma, semua sudah ditentukan oleh pemerintah melalui Kemenaker dengan PP 51/2023,” paparnya.
Selain itu, Machbub juga menuntut kekosongan mediator di Kabupaten Cirebon segera diisi kembali. Sebab, dengan sudah banyaknya industri berdiri di Kabupaten Cirebon, tidak menutup kemungkinan akan banyak sekali perselisihan antara pekerja dan perusahaan.
“Tapi ini justru disnaker tidak mempunyai mediator. Padahal peran mediator ini sangat penting dalam hal perselisihan mengingat setelah di tingkat bipartit tidak ada titik temu, maka penyelesaiannya naik ke tahap mediasi di disnaker melalui mediator,” paparnya.
Menurutnya, mediator bukanlah orang yang kapan pun bisa diganti. Mengingat, untuk menjadi mediator harus mempunyai sertifikat resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan.
“Harusnya sebelum memutasi seorang mediator, Disnaker harus sudah mempunyai pengganti agar dalam hal terjadi perselisihan tidak melimpahkan ke provinsi atau malah justru mempersulit pekerja yang mencari keadilan. Bayangkan ketika harus melakukan mediasi di provinsi, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali jalan,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Pimpinan Aliansi Serikat Pekerja Cirebon, Wawan Riyanto. Pihaknya meminta Bupati Cirebon segera membuat rekomendasi kenaikan UMK sebesar 15 persen kepada Pemprov Jawa Barat.
“Jika tidak dipenuhi, kami akan melakukan aksi lagi dengan jumlah massa yang lebih banyak,” ujar Wawan.
Menanggapo aksi para buruh, Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon, Novi Hendrianto mengatakan, pihaknya akan segera menindaklanjuti aspirasi aliansi serikat buruh tersebut ke Kemenaker RI. Hal itu, karena Pemda hanya bisa mengusulkan saja.
“Kaitan dengan kebijakan pusat, kita tindak lanjuti aspirasi tersebut ke kementerian. Di daerah sifatnya mengusulkan saja. Untuk penetapan upah akan dirembukkan lagi termasuk dengan para pekerja, namanya dewan pengupahan kabupaten (DPK),” kata Novi.
Nantinya, lanjut Novi, hasil dari rapat DPK akan disampaikan kepada Bupati. Kemudian, Bupati mengusulkannya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang akan ditetapkan oleh Gubernur.
“Paling lambat 21 November provinsi menetapkan UMP. Nanti itu sebagai dasar rapat DPK, dan tanggal 30 sudah harus ditetapkan UMK di masing-masing daerah, khususnya di Jabar,” kata Novi.
Terkait pejabat fungsional mediator hubungan industrial, menurut Novi, Disnaker sudah menindaklanjutinya dan sudah ada progres dalam pengusulan pejabat tersebut. Hanya saja, kewenangan untuk menentukan pejabat tersebut ada di Kemenaker.
“Sebetulnya sudah ada proses dan progres untuk mengusulkan legitimasi terhadap pejabat fungsional mediator hubungan industrial yang berdampak terhadap perselisihan-perselisihan di Kabupaten Cirebon, itu kita penuhi,” pungkasnya.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.