SUARA CIREBON – Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan menegaskan, semua pihak layak untuk disalahkan terkait ambruknya gapura candi bentar Alun-alun Pataraksa, beberapa hari lalu.
Menurut Yoga, munculnya dugaan adanya keterlibatan anggota DPRD dalam proyek pembangunan Alun-alun Pataraksa, sulit untuk dibuktikan. Meski sulit, politisi Partai Hanura itu menegaskan, semua pihak layak untuk disalahkan, termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, konsultan dan juga DPRD.
“No comment (soal dugaan keterlibatan anggota DPRD, red). Masalahnya kan hanya menduga-duga. Kalau masih dugaan-dugaan, kita kesampingkan saja dulu, kita benahi sama-sama dari semua sisi,” kata Yoga, Kamis, 11 Januari 2024.
Ambruknya gapura tersebut, menurut Yoga, dapat dilihat dari dua sisi, pertama soal pengawasan dan kedua soal perencanaan dari tim teknis. Menurutnya, seluruh dinas yang mengerjakan pekerjaan sipil, biasanya minim orang teknis.
“Karena orang teknisnya itu kumpul di DPUTR. Seyogyanya seluruh pembangunan sipil diharuskan adanya rekomendasi dari DPUTR dulu,” katanya.
Yoga mengatakan, konstruksi yang dihasilkan oleh dinas lain pastinya berbeda dengan konstruksi dari DPUTR.
“Sebut saja misalnya seperti Disdik, DLH serta dinas yang menyelenggarakan pekerjaan fisik. Itu harusnya mendapatkan persetujuan dulu dari DPUTR, komposisinya. Orang meraciknya harus yang kompeten. Seperti DLH, itu kan kaitannya dengan lingkungan hidup. Walaupun mereka sebagai pengguna anggaran, tapi apakah ada orang teknisnya? Kan ngga ada,” katanya.
Yang ada, lanjut Yoga, hanya dari konsultan. Harusnya, imbuh Yoga, konsultan bisa tukar pikiran, berkonsultasi dengan orang DPUTR. Ia mengaku akan menyampaikan kepada bupati, kedepan harus ada persetujuan PU terlebih dulu, seandainya ada hubungannya dengan proyek pekerjaan fisik yang membutuhkan anggaran besar.
“Mereka harus tahu juga. Dinas paling teknis ya DPUTR dong. Kalau misalkan DLH, Disdik maupun Disperindag, emang mereka punya orang teknis, kan tidak. Makanya dari segi administrasi juga harus dibereskan. Jadi ini dibilang kelalaian, ya kelalaian bersama,” tegasnya.
Yoga mengatakan, dari awal pelaksanaan pembangunan Alun-alun Pataraksa itu sudah tidak beres.
“Kecuali dalam kenyataannya DLH sudah mengantongi persetujuan dari DPUTR kemudian bangunan yang dihasilkan ambruk, nah ini dipertanyakan. Kalau yang terjadi sekarang di Pataraksa, saat dikonfirmasi ke DPUTR, apakah ada persetujuan dari DPUTR, ternyata tidak ada,” katanya.
Yoga juga menyebut proyek strategis dengan nilai di atas Rp2 miliar wajib ada pendampingan aparat penegak hukum (APH).
“Projek strategis yang nilainya dia tas Rp2 miliar wajib ada pendampingan dari Aparat Penegak Hukum (APH). Meskipun tidak ada aturan baku, minimal ketika ada pendampingan dari APH penyedia jasa agak segan, tidak asal-asalan mengerjakan pekerjaannya, karena diawasi,” katanya.
Menurutnya, terkait pendapingan APH tersebut, harus diatur detail, bila perlu diwajibkan.
“Nanti kita sebagai anggota DPRD akan mendorong untuk dibuatkan regulasinya. Jadi ada dua ya. Pertama soal administrasi kaitan dengan bangunan sipil ini harus ada rekomendasi dari PU. Kedua wajib ada pendampingan APH. Kalau proyek strategisnya itu nilai anggarannya di atas Rp2 miliar,” tegasnya.
Yoga khawatir, ketika dua hal itu tidak dilakukan, ke depan kejadian serupa akan kembali terjadi. Menurut Yoga, pernyataan Bupati terkait kekhawatiran dengan kualitas pekerjaan fisik yang ada di daerah yang jauh dari jangkauan umum, bisa dihapus jika didampingi APH.
“Asalkan nilai anggaran di atas Rp2 sampai Rp3 miliar diharuskan untuk adanya pendampingan. Jadi kembali lagi kalau ngga dilakukan pendampingan, ya leha-leha. Bukan tidak mungkin apa yang dikatakan Bupati, benar adanya. Tapi beda cerita kalau ada pendampingan,” pungkasnya.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.