SUARA CIREBON – Dampak fenomena El Nino yang terjadi pada 2023 kemarin, masih dirasakan para petani di Kabupaten Cirebon. Akibat fenomena tersebut, masa tanam padi tahun ini mundur lebih dari satu bulan.
Kondisi tersebut dituturkan, salah seorang petani asal Desa Ujungsemi, Kecamatan Kaliwedi, Suwarma (48). Menurut Suwarma, masa tanam padi para petani di wilayah Kaliwedi mengalami pergeseran satu hingga satu setengah bulan dari kebiasaan rutin tahunan.
Hal itu terjadi, akibat kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2023 kemarin.
“Untungnya sekarang sudah musim hujan dan sungai irigasi juga sudah seminggu ini airnya mulai normal, sudah masuk ke sawah,” ujar Suwarma, Minggu, 14 Januari 2024.
Dampak kemarau tersebut, diakui Suwarma, cukup merugikan petani. Pasalnya, selain lahan tidak bisa digarap, juga ada waktu yang terbuang sia-sia. Sementara kebutuhan hidup sehari-hari harus tetap terpenuhi.
“Kalau sekarang kan petani tidak menyimpan gabah sebagai persediaan pangan, tapi langsung dijual saat panen. Makanya kalau harga beras mahal, pengeluaran juga membengkak,” kata Suwarma.
Menurut Suwarma, saat ini ia dan sejumlah petani lainnya di Desa Ujungsemi, baru selesai menyemai benih sekitar lima hari lalu. Benih padi tersebut dipastikan baru bisa ditanam pada minggu kedua bulan Februari 2024 nanti.
“Karena usia persemaian kan antara 30 sampai 35 hari,” paparnya.
Itu artinya, menurut dia, masa tanam tahun ini mundur hingga lebih dari satu bulan. Sementara di bulan Februari nanti, curah hujan diperkirakan akan turun lebih intens. Sehingga jika penanaman padi dilakukan di bulan Februari, dimungkinkan rawan hama dan terjadi gagal tanam akibat banjir.
“Tapi kalau masa tanamnya di Oktober atau November, maka tanduran (tanaman padi yang sudah ditanam, red) bisa tahan penyakit. Sebab masa tersebut belum masuk cuaca buruk,” tuturnya.
Suwarma menyebut, hujan dengan intensitas tinggi bakal mempengaruhi padi yang masih dalam masa generatif. Selain itu, sejumlah penyakit seperti sundep, slumbung atau kelep juga bakal datang menyerang.
Hal tersebut berbeda dengan masa vegetatif, dimana pada masa vegetatif hingga pembuahan nanti, tanaman padi sudah lebih kuat.
“Masa generatif atau dalam bahasa petaninya ‘mapak anak’, adalah usia tanaman padi 40 sampai 50 hari. Sedangkan vegetatif, ialah usia 50 hari sampai pembuahan,” katanya.
Kendati demikian, ia mengaku tidak pernah takut dengan kondisi yang akan terjadi. Ia mengaku menyerahkan semua hasil kerja kerasnya kepada Allah SWT.
“Iya, kalau tahun kemarin kan awal Januari kita sudah tanam, jadi masih agak mending. Tapi itu kan teori pertanian zaman dulu, kata orang tua dan kakek saya,” tandasnya.
Sementara, Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Cirebon mencatat, hingga akhir Desember 2023 kemarin, sebanyak 2.901 hektare lahan pertanian padi yang sudah memasuki masa tanam. Jumlah tersebut tergolong masih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah lahan sasaran tanam yang mencapai 21.612 hektare.
“Ya, jadi pencapaiannya masih sedikit, sekitar 14 persen. Hal ini disebabkan karena dampak perubahan iklim atau El Nino di tahun 2023 sehingga kekurangan air,” kata Kepala Distan Kabupaten Cirebon, Alex Suheriyawan melalui Kepala Bidang Pertanian, Hj Nina.
Menurut Nina, dampak El Nino menjadi penyebab musim tanam di Kabupaten Cirebon berbeda. Bagi daerah yang mengalami kekeringan parah, masa tanam padi diprediksi di bulan Januari atau Februari 2024.
Hal itu, karena para petani menunggu air hujan menggenangi lahan sawah yang akan digarap. Setelah tanahnya lembek, baru kemudian dibajak hingga rata. Namun, dari hasil survei yang dilakukan oleh Distan Kabupaten Cirebon, rerata petani akan memulai masa tanamnya di pertengahan hingga akhir Januari 2024.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.