SUARA CIREBON – Pengembang perumahan subsidi (bersubsidi) yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil I Cirebon, mengeluhkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dirasa sangat memberatkan. Tidak tanggung-tanggung kenaikan NJOP yang dirasakan pengembang mencapai 1.000 persen.
Hal itu diungkapkan, Bendahara Apersi Cirebon, Sarini, saat melakukan audensi dengan Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, Rabu, 17 Juli 2024.
Menurut Sarini, pengembang perumahan subsidi keberatan kenaikan NJOP yang sangat tinggi yakni mencapai 1.000 persen per meternya. Sebelumnya nilai NJOP perumahan subsisi hanya Rp243.000 per meter.
“Sekarang nilai NJOP mencapai Rp2.350.000, jadi kenaikannya itu hampir 1.000 persen selama dua tahun terkahir. Kenaikan ini terjadi sejak tahun 2022 silam,” ujarnya.
Sarini mengatakan kenaikan NJOP ini tidak diikuti dengan harga jual perumahan bersubsidi. Harga jual perumahan bersubsidi saat ini dipatok di harga Rp166 juta oleh pemerintah dengan spesifikasi yang juga harus mengikuti standar Kementerian PUPR.
“Terus terang aja dengan adanya kebijakan kenaikan NJOP ini sangat memberatkan kami pengembang. Untuk itu kami meminta solusi dari anggota DPRD,” katanya.
Sarini mengungkapkan, komunikasi dengan pihak pemerintah daerah selama ini kurang berjalan baik. Sebelumnya, kata dia, Apersi sudah beberapa kali mencoba menyampaikan hal ini ke Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon, namun tidak pernah ditemui.
Sarini berharap, dari audensi ini ada kebijakan khusus untuk pengembang perumahan bersubsidi dibandingkan wajib pajak lainnya. Saat ini, lanjut Sarini, Apersi memiliki anggota 55 pengembang perumahan bersubsidi.
“Kenaikan NJOP ini jelas menjadi beban kami, beban biaya yang seharusnya cuman kita bayar PBB itu Rp4,5 juta sekarang harus Rp22,5 juta. Berarti kan kenaikannya 5 kali lipat kalau dihitung dari nilai kenaikan jumlah PBB,” terangnya.
Sarini mengakui kalau kebijakan kenaikan NJOP tidak adil dan subjektif. Ia menyoroti lahan pengembang perumahan bersubsidi sering kali berada di lokasi yang tidak strategis.
“Lahan kami berada di pinggir sungai dan dekat makam, namun disamakan tarifnya dengan lahan di lokasi strategis. Kebijakan ini tidak objektif dan sangat memberatkan kami sebagai pengembang perumahan bersubsidi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, R Hasan Basori mengatakan keputusan kenaikan NJOP dan PBB itu berdasarkan regulasi yang dihasilkan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Ternyata, lanjut Hasan Basori, dalam perjalanannya, terdapat penolakan dari para pelaku usaha.
Kondisi tersebut, menurut dia, harus bisa diterima Pemkab Cirebon.
“DPRD akan mencoba melakukan rumusan kebijakan baru kepada seluruh pengusaha yang untuk dibantu pemerintah dalam berusaha. Kami juga akan pelajari, dari Apersi ini, berapa yang berusaha untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR,red),” kata Hasan Basori.
Ia mempersilakan kepada siapapun manakala ingin mengadukan persoalan ke DPRD. “Jangan ragu untuk menyampaikan. Silakan. Ini rumah kita. Kita siap menindaklanjuti untuk mencarikan solusi,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.