SUARA CIREBON – Beberapa waktu lalu, maestro tarling klasik, Djana Partanain atau yang akrab disapa Mama Jana tutup usia. Mama Jana meninggal di usia 87 tahun setelah menjalani perawatan intensif di RS Pelabuhan Cirebon, Rabu, 31 Juli 2024.
Eksistensi seni musik khas Cirebon itu pun terancam hilang dari usai sang maestro meninggal dunia. Pasalnya, dari empat anak yang dimiliki Mama Jana, tidak satu pun yang menggeluti dunia seni musik klasik khas Cirebon tersebut.
Namun kekhawatiran hilangnya seni tarling klasik itu terbantahkan, setelah cucu Sang Maestro bernama Arif Muarif memastikan musik khas itu akan tetap ada di bumi Cirebon. Arif Muarif pun bertekad untuk tetap melestarikan seni tarling tersebut.
“Ini tekad saya, karena memang sampai sekarang saya yang ngurus sanggar tarling klasik milik kakek (Mama Jana, red),” kata Arif, Rabu, 21 Agsutus 2024.
Ia menegaskan, musik tarling klasik akan tetap ada, karena dirinya akan melanjutkan karya-karya tarling klasik melalui media sosial. Secara tegas, ia juga menolak anggapan yang menyebut tarling klasik akan punah usai ditinggalkan oleh sang kakek, Mama Jana.
“Dari empat anak yang dimiliki, memang nggak ada anak-anak Mama Jana yang melanjutkan, tapi saya cucunya siap melestarikan tarling klasik,” tegasnya.
Tekad untuk melestarikan seni musik tersebut bukan tanpa alasan. Karena sejak sekolah dasar sewaktu di Yogyakarta Arif sudah dikenalkan dengan seni karawitan. Dengan mengenal seni karawitan, ia mengaku memiliki bekal seni musik tradisional yang mudah diadaptasi dengan tarling klasik.
“Jadi saat pulang ke Cirebon saya meyakini akan bisa melanjutkan seni tarling klasik, karena sudah sejak lama juga diajari oleh kakek saya,” paparnya.
Lebih jauh, Arif menceritakan sosok Mama Jana yang perjalanan musiknya berawal dari belajar kepada satu sosok asal tiongkok yang lebih dahulu mengenal gitar dan gamelan. Kemudian, Mana Jana mentransformasikan kedua alat musik tersebut dan menyempurnakannya. Sehingga setiap petikan yang diubah bisa menjadi melodi yang bervariasi.
“Mama Jana juga bisa memformulasikan karya seni musik menjadi satuan nada yang easy listening,” terang Arif.
Ia menambahkan, sang maestro sempat berpesan kepada dirinya untuk menjaga tarling klasik agar tidak punah. Bahkan, album terakhir yang dirilis oleh Mama Jana pada tahun 2022 berjudul Tanana Kubra adalah penegasan dari keyakinan sang maestro akan eksistensi seni tarling klasik di Cirebon.
“Tanana Kubra berarti tarling tidak akan punah dan tidak akan bubar,” ujarnya.
Arif menyampaikan, proses perekaman album terakhir Mama Jana tersebut membutuhkan waktu yang panjang karena dilakukan dengan alat yang sederhana.
“Ya, sampai akhirnya album terakhir itu bisa didengar di sejumlah platform digital,” tuturnya.
Saat ini, tarling lebih dikenal dengan jenis lagu yang didominasi dengan musik dangdut dengan bahasa Cirebon. Karenanya, ia berharap agar tarling klasik bisa tetap eksis di tengah gempuran jenis musik dengan bahasa Cirebon ini.
“Saya juga mengajak kepada seluruh pihak untuk turut melestarikan musik tarling klasik yang yang sudah menjadi identitas Cirebon,” ungkapnya.
Arif pun sepakat dengan penilaian yang menyebut lantunan nada tarling klasik unik. Karena hanya dengan memainkan gitar saja, bisa menghasilkan satuan nada semacam permainan musik gamelan.
Ia menilai, seni musik tarling klasik merupakan permainan alat musik yang unik dan keren. Nada yang ditimbulkan dari tarling klasik ini lebih didominasi oleh lantunan melodi yang merupakan transformasi alat musik gamelan ke alat musik modern, yakni gitar.
“Di seni tarling klasik penyanyi bisa mengisi dengan lantunan lirik apa saja sesuai tema dan isi hati yang dirasakan oleh penyanyi,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.