SUARA CIREBON – Mahasiswa Cirebon Raya bergerak. Menyampaikan seruan aksi untuk menolak pengesyahan Rancangan undang Undang Pemilihan kepala Daerah (RUU Pilkada).
Dalam seruannya, mahasiswa Cirebon Raya juga bertekad mengawal putusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK Nomor 60 dan 70 tahun 2024.
Melalui flyer yang disebarkan ke berbagai lini masa media sosial dan beredar luas di grup WhatsApp (Grup WA), Mahasiswa Cirebon Raya membuat seruan aksi demonstrasi.
Seruan demonstrasi dismapaikan DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cirebon Raya. Aksi akan digelar Kamis siang ini, 22 Agustus 2024.
Jadwal aksi demonstrasi mahasiswa Cirebon Raya pada Kamis sore mulai pukul 15.00 WIB di By Pass perempatan lampu merah Pemuda di Kota Cirebon.
“Seruan aksi !!!!! Darurat Demokrasi, Reformasi Dihabisi, Lawan Pembangkan Demokrasi,” demikian bunyi flyer yang diedarkan mahasiswa hukum Cirebon Raya.
Untuk aksi demontrasi ini, mahasiswa Cirebon Raya memasang tagar #KAWALPUTUSANMK dengan titik kumpul di Kampus Universitas Gunung Jati (UGJ) di Jln Pemuda, Kota Cirebon.
Selain orasi, dalam seruan aksi demontrasinya, mahasiswa Cirebon Raya akan menggelar bendera merah putih raksasa sepanjang 500 meter.
“Kami akan membentangkan bendera merah putih sepanjang 500 meter. Ini peringatan kepada seluruh rakyat Indonesia, kita sedang berada dalam darurat demokrasi,” tutur para mahasiswa Cirebon Raya.
Mahasiswa Cirebon Raya menuntut DPR RI membatalkan pengsyahan RUU Pilkada yang dinilai melanggar konstiitusi karena tidak mengadopsi putusan MK.
“RUU Pilkada melanggar konstitusi karena tidak mengadopsi putusan MK. Bahkan terkesan, putusan MK ditelikung dan direduksi. Kalah oleh hanya kepentingan satu keluarga,” tutur mahasiswa.
Aksi mahasiswa Cirebon Raya bentuk protes keras terhadap rencana DPR RI yang akan mengesyahkan Rancangan undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) tahun 2024.
Dalam RUU Pilkada, putusan Mahkamah Konstitusi tidak diakui oleh DPR RI. Yakni putusan MK nomor 60 dan 70 tahun 2024.
Putusan MK nomor 60 tentang penurunan ambang batas atau electoral threshold partai politik (parpol) untuk mengusung calon kepala daerah.
Putusan MK, untuk paslon gubernur dan wakil gubernur, diturunkan menjadi 7,5 persen serta 6,5 persen untuk paslon bupati/walikota.
Kemudian putusan MK nomor 70, tentang batas usia calon kepala daerah. MK memutuskan, batas usia cagub-cawagub minimal 30 tahun dan cabup-cawabup atau cawali dan cawawali, usia 25 tahun.
Putusan MK menetapkan, penentuan usia 30 tahun dihitung pada saat ditetapkan resmi sebagai paslon di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakni pada bulan Agustus 2024.
Dua putusan MK itu diabaikan oleh Baleg DPR RI. Putusan nomor 60, DPR RI menetapkan bahwa ambang batas parpol tetap 20 dan 25 persen untuk bisa mengusung calon kepala daerah.
Putusan 70, ambang batas usia calon kepala daerah dihitung bukan pada saat penetapan oleh KPU sebagaimana putusan MK, tetapi dihitung pada saat calon terpilih dan dilantik, yakni pada Januari 2025 sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MK nomor 70 yang membuat Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi tidak bisa maju dalam pilkada, tidak diakui DPR RI. Baleg DPR RI lebih mengadopsi putusan MA yang membuat Kaesang Pangarep bisa maju sebagai calon kepala daerah.
Sebab ia berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024, dan jika dalam pilkada terpilih lalu dilantik pada Januati 2025, sudah 30 tahun lebih satu bulan.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.