SUARA CIREBON – Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Cirebon mencatat 25 kawasan di 25 desa, masuk kategori kumuh.
Dari jumlah tersebut, DPKPP telah melakukan intervensi baik berupa pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), sanitasi, air bersih, jalan, drainase, proteksi kebakaran, rutilahu hingga pembangunan ruang terbuka hijau (RTH).
Subkor Penata Kelola Bangunan dan Permukiman Ahli Muda DPKPP Kabupaten Cirebon, Subekti mengatakan, anggaran untuk mengintervensi kawasan kumuh di puluhan desa tersebut berasal dari APBD Kabupaten Cirebon, APBD Provinsi dan APBN.
Dimana, kewenangan intervensinya berbeda-beda. Untuk luas kawasan yang akan diintervensi sebanyak 1 sampai 10 hektare, merupakan kewenangan Pemda Kabupaten Cirebon. Dari 10 sampai 15 hektare, kewenangan Provinsi dan di atas 15 hektare kewenangan Pemerintah Pusat.
“Intervensinya bisa dari anggaran kabupaten, provinsi dan pusat, sama seperti rutilahu,” ujar Subekti, Kamis, 16 Oktober 2024.
Tahun kemarin, anggaran APBD Kabupaten telah mengintervensi kawasan kumuh di Desa Mertasinga, Sindangjawa, Dawuan, dan Desa Jungjang.
Untuk tahun ini, intervensi dilakukan di kawasan kumuh di Desa Waruroyom, Kecamatan Depok dan ditargetkan selesai akhir tahun. Sementara anggaran dari Provinsi tahun ini, baru mengintervensi kawasan kumuh di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang dengan anggaran Rp10 miliar.
“Kalau tahun depan kita akan intervensi di Desa Sarabau untuk pembangunan drainase karena banjir terus dan air bersih. Karena Sarabau kan langganan banjir,” kata Subekti.
Menurut Subekti, intervensi kawasan kumuh tersebut dilakukan dengan cara berkolaborasi antara pemerintah daerah, provinsi dan pemerintah pusat. Anggaran ideal untuk intervensi adalah Rp1 miliar untuk luas kawasan satu hektare.
“Jadi kolaborasi, karena anggaran kita terbatas. Idealnya satu hektar itu Rp1 miliar. Pekerjaan dilakukan bergiliran dalam satu periode yakni lima tahun,” paparnya.
Ia menambahkan, penentuan kawasan kumuh dilakukan atas dasar analisa dari mulai profil jumlah penduduk, rutilahu, infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, sanitasi, sampah, hingga RTH.
“Indikator-indikator itu kita sampling, kita analisis ada dan tidaknya. Yang paling besar itu prioritas utamanya apa nih yang mau kita tuntaskan, kita intervensi. Contoh hasil skoringnya paling tinggi air bersih ya kita intervensi dulu air bersihnya, baru intervensi yang kedua dan seterusnya,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.