SUARA CIREBON – Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kredit Piutang Macet kepada UMKM di Bidang Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kelautan.
Dengan telah ditandatanganinua PP 47/2024 tersebut, pemerintah menghapus utang UMKM di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, hingga kelautan di bank BUMN alias Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Ketua BPD Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Lukman Hakim berharap, kebijakan Presiden Prabowo Subianto tersebut, memprioritaskan nelayan kecil agar bisa terbebas dari ketergantungan para tengkulak atau bakul.
Lukman mengaku kerap mendapatkan keluhan dari para nelayan di Desa Citemu, terkait ketergantungan mereka kepada tengkulak. Menurut Lukman, selama ini nelayan kecil memiliki ketergantungan dengan para tengkulak, karena tidak memiliki akses permodalan di perbankan.
Menurut Lukman, dalam melakukan aktivitas kesehariannya, nelayan kerap melakukan pinjaman untuk biaya operasional melaut ke para tengkulak. Para tengkulak pun kerap memberikan modal biaya melaut kepada nelayan kecil.
“Masalahnya, hasil tangkapan nelayan dibeli oleh para tengkulak dengan harga murah, bahkan tidak sedikit tengkulak yang memonopoli harga,” kata Lukman, Senin, 11 November 2024.
Sehingga, imbuh Lukman, nelayan yang seharusnya mendapatkan hasil dari tangkapan, justru kerap jadi permainan tengkulak. Tak jarang, nelayan tidak mendapatkan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Jangankan untuk dibawa pulang, buat bayar pinjaman dari tengkulak saja masih kurang, dan saat hendak melaut mereka kembali pinjam ke tengkulak,” ujarnya.
Dirinya berharap, kebijakan Presiden Prabowo dapat berpihak ke para nelayan kecil, agar mereka dapat terbebas dari ketergantungan dari para tengkulak.
“Para nelayan berharap bisa terbebas dari ketergantungan dari tengkulak, karena nelayan di Desa Citemu ini lebih didominasi oleh nelayan kecil, jumlahnya sekitar 70 persennya,” katanya.
Lukman menyebut, sekali melaut nelayan membutuhkan biaya operasional di kisaran Rp200.000 hingga Rp300.000. Namun hasil tangkapan nelayan saat dibeli oleh tengkulak harganya jauh dari harga pasaran pada umumnya.
Ia mencontohkan harga ikan belo hasil tangkapan nelayan yang oleh tengkulak diharga sangat murah, hanya sebesar Rp1.000 per kilogramnya. Dengan harga semurah itu, nelayan tidak akan pernah bisa melunasi utang ke tengkulak.
“Gimana mau bisa untuk membayar pinjaman ke tengkulak kalau pendapatan hasil melaut minim. Boro-boro buat kebutuhan keluarga, buat bayar pinjaman ke tengkulak saja gak cukup,” jelasnya.
Dirinya berharap, ada wadah atau koperasi yang menampung hasil melaut nelayan yang bekerja sama dengan perbankan. Sehingga nelayan bisa mengakses permodalan untuk melaut ke bank BUMN dan tidak lagi ke para tengkulak.
“Setidaknya hasil tangkapan nelayan bisa ditampung koperasi, syukur-syukur bisa disuplai ke industri atau pabrik pengolahan ikan,” ungkapnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Lukman, adalah tersedianya infrastruktur untuk nelayan. Pasalnya, tidak sedikit nelayan kesulitan melaut karena sungai banyak yang mengalami pendangkalan, penyempitan dan sedimentasi.
“Kami berharap adanya bantaran untuk bersandar perahu, serta adanya normalisasi sungai khususnya sungai yang ada di Desa Citemu,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.