SUARA CIREBON – Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Drs H Wahyu Mijaya, SH, MSi menaruh perhatian khusus terhadap penanganan dan penurunan angka stunting di Kabupaten Cirebon.
Angka prevalensi kasus stunting pada 2023 yang berada di angka 22 persen lebih itu, menjadi konsen Wahyu Mijaya untuk terus menekan angkanya dengan mendorong dinas terkait yang memiliki tanggungjawab terhadap penurunan stunting di Kabupaten Cirebon.
Melalui Surat Edaran (SE), Wahyu menginstruksikan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menjadi Liaison Officer (LO) dan menjadi orang tua asuh di tiap-tiap kecamatan.
Kemudian setelah terbentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kabupaten, penanganan stunting juga dilakukan dengan membentuk TPPS tingkat kecamatan. Dimana, TPPS kecamatan juga didorong untuk melakukan strategi yang berfokus pada upaya percepatan penurunan stunting dengan pola sidak (seleksi, dampingi, aksi) dengan melibatkan pentahelix yakni pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media).
Menurut Wahyu, pelibatan pentahelix itu dimaksudkan untuk menumbuhkan gerakan gotong royong dalam penurunan stunting. Hal itu, karena diperlukan kerja keras dan upaya terus menerus untuk mencapai target penurunan angka stunting di angka 14 persen pada akhir tahun 2024 dan new zero stunting di 2025.
Ia menegaskan, Pemkab Cirebon berkomitmen dalam percepatan penurunan stunting di bawah angka 14 persen. Upaya tersebut, tentu dilakukan dengan kolaborasi dan sinergi seluruh elemen melalui konvergensi kegiatan yang mengarah kepada terciptanya upaya-upaya strategis dan terarah dalam percepatan penurunan stunting.
“Fokus penanganannya sendiri, kita masuk pada anak usia 0 sampai 59 bulan sebanyak 9300 anak yang telah terverifikasi by name by address,” ujar Wahyu.
Dengan pola kerja sama lintas sektor, target penurunan stunting bahkan diyakini bisa melampaui angka 14 persen. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon, Dr Hilmy Riva’i MPd, mengatakan, target tersebut sangat realistis mengingat prosesnya didukung 23 program yang telah disiapkan. Intervensi yang terus dilakukan dengan melibatkan semua kekuatan tersebut, telah membuat penurunan stunting terus berprogres.
Ia optimis tidak ada lagi stunting baru di Kabupaten Cirebon pada tahun 2025 nanti. “Tapi yang paling penting kita fokus di zero new stunting. Kita ingin di 2025 nanti zero, tidak ada lagi yang stunting baru,” kata Hilmy.
Karena itu, Pemkab Cirebon dengan semua kekuatan yang ada, terus bergerak mengumpulkan datanya, terutama ibu hamil dengan usia kehamilan 1-9 bulan dan ibu yang melahirkan. Ibu-ibu dengan kondisi tersebut harus benar-benar diperhatikan asupan gizinya, termasuk perhatian yang baik dari keluarganya.
Upaya tersebut tentu tak lepas dari dukungan anggaran dari APBD Kabupaten Cirebon. Selain itu, keterlibatan anggaran dari desa baik melalui DD maupun ADD terus didorong agar bisa optimal dalam penanganan stunting.
“Sekarang semua dinas terkait maupun yang tidak terkait, mempunyai tanggungjawab untuk penurunan stunting sampai tingkat bawah. Tingkat kecamatan sudah buat pakta integritas. Tingkat desa juga kita intervensi secara regulatif agar anggaran berpihak pada penanganan stunting,” kata Hilmy.
Upaya penurunan stunting di Kabupaten Cirebon pun terus dievaluasi guna mempertajam kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing sektor. Tim Pendamping Keluarga (TPK) di hampir 11 kecamatan yang menjadi lokus pencegahan stunting juga terus dilakukan pembinaan.
Selain itu, ketua Tim Audit Kasus Stunting Kabupaten Cirebon juga rutin melakukan diseminasi audit kasus stunting dengan memberikan arahan kepada SKPD-SKPD dan semua pihak yang terkait di semua tingkatan, termasuk TPK, pihak kecamatan hingga pihak desa, untuk menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Cirebon.
“Kita audit penyebabnya, terutama supaya tidak ada stunting baru. Pendataannya diawali dari data pernikahan, ibu hamil, dipantau gizinya, asupannya dan sebagainya. Bagi yang sudah stunting kita intervensi,” ujar Hilmy.
Ketua Tim Audit Kasus Stunting Kabupaten Cirebon, Hj Eni Suhaeni mengatakan, audit stunting di desa-desa yang menjadi lokus tersebut melibatkan tenaga ahli dari mulai dokter anak, ahli gizi hingga psikolog untuk mencari penyebab stunting.
Desa-desa yang dipilih sebagai lokus audit stunting dilakukan berdasarkan jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) di desa tersebut yang masih tinggi.
“KRS itu bukan stunting. Jadi kita lakukan agar KRS tidak sampai menjadi stunting,” ujar Eni.
Ia mengatakan, tim audit dari tenaga ahli tersebut akan menilai kondisi lingkungan dari mulai air bersih, jamban, hingga perilaku hidup bersih dan sehat KRS di desa-desa yang menjadi lokus. Hasil diseminasi stunting tersebut kemudian dibawa ke tingkat kabupaten untuk ditindaklanjuti.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.