SUARA CIREBON – Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun-tahun yang mencemaskan bagi kalangan kelas menengah di Indonesia.
Kelas menengah berada dalam posisi sangat sulit. Terjepit oleh inflasi yang makin tinggi, banyaknya beban pungutan dari pemerintah, serta makin sulitnya mencari pendapatan.
Bahkan gaji yang telah mereka peroleh, secara fungsional akan tergerus oleh beban pengeluaran makin besar akibat inflasi dan berbagai pungutan dari pemerintah.
“Kalau dicermati ada banyak paradok dari kebijakan pemerintah.Di satu sisi populis dengan makan bergizi gratis, menaikan gaji guru, menaikan UMK, penghapusan utang UMKM, namun pajak-pajak dinaikan seperti PPN 12 persen,” tutur pemerhati kebudayaan, Jeremy Huang Wijaya,Jumat 13 Desember 2024.
Menjadi kelas menengah saat ini bukanlah menyenangkan. Tahun depan, akan ada banyak kelas menengah yang tergelincir ke bawah.
“Terutama kelas menanah swasta.Nyaris tidak ada kebijakan isentif pemerintah khusus kepada kelas menengah yang rentan ini,” tutur Jeremy Huang.
Penghapusan hutang UMKM dan berbagai bentuk bantuan sosial (bansos), lebih ditujukan kepada masyarakat bawah.
Kenaikan gaji guru dan PNS atau ASN, lebih ditujukan kepada pegawai pemerintah yang tidak menyentuh sama sekali kalangan swasta.
“Pemerintah masih berpegang pada gambaran bahwa guru itu seperti Omar Bakrie, lagu Iwan Fals di tahun 80an. Sekarang sudah jauh berbeda. Sekali-kali pemerintah cek, setiap ada rapat guru, halaman sekolah dipenuhi jejeran mobil. Bukan sepeda butut yang oleh Iwan Fals dinaiki guru Omar Bakrie di tahun 80an. Omar Bakrie sekarang sudah pada naik mobil Pak,” tuturnya.
Suhu Jeremy mengungkapkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai banyaknya kelas menengah diIdonesia yang tergelincir turun kelas.
Jumlah penduduk kelas menengah tahun 2019 mencapai 57,33 juta orang. Tahun 2021 turun menjadi 53,83 juta orang.
Tahun 2022 kembali merosot ke angka 49,51 juta orang. Lalu tahun 2023 turun ke angka 48,27 juta orang, dan tahun 2024 ini, kembali berkurang menjadi 47,85 juta orang.
“Fenomena 5 tahun ini berjalan secara konstan. Terjadi penurunan tingkat ekonomi pada kelas menengah. Kemana mereka, ya sekarang menjadi miskin.Masuk ke level kelas bawah,” tutur Jeremy Huang.
Data di BPJS, penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang turun kelas dari kelas menengah dalam lima tahun terakhir.
“Penurunan ini terjadi di sektor swasta.Kelas menengah swasta.Bukan kelas menengah pegawai pemerintah. Ada banyak PHK, perusahaan bagkrut, pensiun dini yang setelah itu pendapatan mereka menjadi tidak jelas,” tutur Jeremy Huang.
Merosotnya kelas menengah juga bisa dilihat dari data perbankan soal fenomena penurunan penggunaan QRIS yang biasanya banyak digunakan kelas menengah ke atas.
Sebagai contoh nyata, bisa dilihat fenomena di Kota Cirebon. Jalan-jalan yang merupakan pusat perekonomian seperti Jalan Pasuketan, Pekiringan, Parujakan, Pekalipan, Pagongan, Karanggetas, sepanjang hari kini sepi.
Biasanya jam 10 sampai jam 2, jalanan di pusat perekonomian Kota Cirebon itu macet. Sekarang jauh merosot, lebih sepi. Tidak ada keramaian antrian kendaraan di jalan-jalan tersebut.
“Toko-toko di Pagongan sudah merasakan sepinya perdagangan. Banyak diantara mereka sudah bobok celengan, menjual asset demi biaya operasional. Saya terkejut ketika melewati Pekiringan dan Pekalipan banyak toko tutup. Bahkan di depan toko ada beberapa yang bertuliskan Dijual Toko ini,” tutur Jeremy Huang.
Di Bandung, beberapa hari lalu Yogya Ciwalk sampai menutup usahanya.Kemudian Pasar Baru Bandung, Ruko di Kebon Jati Bandung di sebelah RS Santosa Kebon Jati Bandung, Taman Kopo Indah banyak tokok tutup.
“Beberapa waktu lalu bersama istri, saya berkunjung ke Jalan Pandanaran Semarang terlihat sepi di toko oleh oleh. Begitu juga di Yogyakarta.Pedagang Bakpia Pathuk merasakan menurunnya volume penjualan,” tuturnya.
Berada dalam posisi kelas ekonomi menengah saat ini menyesakkan dada. Ibarat makanan yang menyangkut di tenggorokan, tidak bisa di telan dan tidak bisa dikeluarkan.
“Kasihan banget berada di posisi kelas menengah, sekarang sangat rentan. Di sisi lain, tidak dapat bantuan apapun dari pemerintah, karena pemerintah menganggap mereka mampu secara ekonomi,” tutur Jeremy Huang.
Kelas menengah tidak bisa dapat bansos dan anaknya tidak bisa dapat bea siswa, karena rumahnya tidak memenuhi syarat. Rata-rata kelas menengah itu menghuni perumahan dan rumahnya permanen.
“Padahal itu rumah dibangun ketika mereka masih jaya dahulu, sekarang mereka menghuni rumah bagus, tapi hidupnya ngirit banget,” tuturnya.
Kelas menengah terabaikan oleh apapun kebijakan populis pemerintah. Mereka tidak memenuhi syarat untuk dapat bansos, tidak memenuhi syarat anaknya bisa dapat bea siswa.
“Karena semua syarat bansos dan bea siswa, rumahnya harus jelek. Contoh saya tinggal di kompleks perumahan Taman Rahayu, menjadi Korban PHK tahun 2021 di awal pandemi COVID. Belum pernah dapat bantuan pemerintah, saya dan istri selalu berpuasa tiap hari, menghemat pengeluaran, kadang kala di rumah tidak ada beras, terpaksa kami puasa makan nasi, tidak makan, saya suka sedih, apalagi saat ini saya sakit jantung,” tuturnya.
Pemerintah selama ini menina bobokan PNS, menganakemaskan PNS dengan memberikan fasilitas seperti kenaikan gaji berkala, renumerasi, sertifikasi dan banyak lagi. Secara sosial juga memiliki previlise. Jangan heran orang berani bayar ratusan juga untuk bisa menjadi PNS.
“Yang kasihan itu karyawan swasta. Mereka tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi banyak status karyawan swasta di berbagai perusahaan hanya pegawai kontrak, dengan masa kontrak 6 bulan sekali,” tuturnya.
Jeremy Huang melihat, tahun 2025 adalah tahun-tahun penuh kecemasan bagi kelas menangah swasta.
Kenaikan gaji guru, kenaikan PPN, program makan bergizi gratis, akan berdampak pada kenaikan inflasi, terutama di sembako.
Di sisi lain, penda[atan kelas menengah swasta tidak ada kenaikan. Yang bekerja di sektor formal, hanya naik 6,5 persen UMK nya (Upah Minumum Kabupaten).
“Jangan salah lho, saat ada kebijakan rasdok (beras dan telur),setiap rasdok dibagikan, harga telur dan beras langsung naik karena tersedot ke rasdog. Kebijakan makan bergizi gratis juga bisa menyebabkan sembako dan sayuran hilang dari pasar-pasar, maka dampaknya seluruh harga di pasar akan naik. Kalau rasdog itu sebulan sekali,makan bergizi gratis ini tiap hari. Saya tidak bisa membayangkan,” tutur Jeremy Huang.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.