SUARA CIREBON – Target penurunan prevalensi stunting secara nasional di angka 18,8 persen pada 2025, dan 14,2 persen pada 2029. Hal itu sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.
Terkait hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon mengintensifkan upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting melalui aksi konvergensi agar intervensi gizi dapat menjangkau sasaran prioritas secara efektif.
Wakil Bupati Cirebon, H Agus Kurniawan Budiman, mengatakan, pelaksanaan aksi konvergensi menjadi sangat krusial mengingat adanya target penurunan prevalensi stunting secara nasional tersebut.
Ia menjelaskan, Pemkab Cirebon harus memastikan langkah-langkah percepatan penurunan stunting tetap dilakukan dengan melibatkan berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan, dan fokus pada kelompok sasaran seperti ibu hamil, ibu menyusui, anak usia bawah lima tahun, hingga remaja putri dan calon pengantin.
Data menunjukkan, prevalensi stunting di Kabupaten Cirebon sempat mengalami penurunan signifikan dari 26,5 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen di tahun 2022. Namun, angka kembali meningkat menjadi 22,9 persen pada 2023. Sementara data di tahun 2024 kemarin, belum dipublikasikan.
“Ini artinya kita tidak bisa lengah. Perlu kerja keras lintas sektor agar kita bisa mencapai target nasional, minimal 14,2 persen pada tahun 2029,” tegas Jigus, sapaan akrabnya, Jumat, 13 Juni 2025.
Menurut Jigus, upaya penurunan stunting bukan hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan (Dinkes) dan instansi terkait lainnya saja, tapi juga seluruh unsur pemerintah, swasta, akademisi hingga masyarakat.
Jigus meminta kepada semua perangkat daerah agar menjadikan aksi konvergensi stunting sebagai program prioritas dan strategis. Di sisi lain, Pemkab Cirebon akan memperkuat peran tim percepatan penurunan stunting (TPPS) dari tingkat kabupaten hingga desa.
Selain itu, juga mendorong pendampingan keluarga melalui tim pendamping keluarga (TPK) guna melakukan skrining dan pendampingan keluarga berisiko stunting.
“Gerakan orang tua asuh anak stunting juga akan terus digalakkan,” tandasnya
Langkah lain yang harus dilakukan, menurut Jigus, ialah meningkatkan pelayanan program keluarga berencana (KB), sistem rujukan kesehatan bagi keluarga tidak mampu, serta pemberian makanan tambahan (PMT), pemulihan, dan penyuluhan sebagai bentuk intervensi langsung kepada kelompok sasaran.
Sebelumnya, Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, mengatakan, pihaknya mendukung penuh target pembangunan keluarga berkualitas melalui lima program unggulan BKKBN seperti Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING), Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA), Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), Lansia Berdaya (SIDAYA), dan aplikasi digital “Keluarga Indonesia”.
Ia menyebut, konvergensi merupakan pendekatan terbaik untuk memastikan intervensi dilakukan secara tepat sasaran dan berkelanjutan.
“Kunci keberhasilan ada pada sinergi dan komitmen semua pihak,” kata Eni.
Ia menjelaskan, koordinasi lintas sektor juga perlu diperkuat sebagai langkah evaluasi dalam pelaksanaan program stunting di seluruh tingkatan pemerintahan, dari kabupaten, kecamatan, hingga desa dan kelurahan.
Koordinasi tersebut juga diharapkan memperkuat perencanaan terintegrasi serta menjamin optimalisasi alokasi sumber daya yang berkelanjutan, termasuk memastikan dukungan regulasi dan publikasi yang memperkuat akuntabilitas program kepada masyarakat.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















