SUARA CIREBON – Di salah satu sudut Kabupaten Cirebon, sekelompok anak tampak riang bermain gobak sodor, tarik tambang dan engklek. Mereka tertawa lepas dengan kaki-kaki kecil yang lincah melompat dan berlari.
Pemandangan sekelompok anak-anak seperti ini mulai langka di era maraknya gawai. Permainan tradisional yang tersaji ini menjadi secercah harapan para orang tua yang merasa resah akan rutinitas anak-anak mereka dengan gawai.
Di mana, saat gawai semakin melekat di tangan anak-anak, keresahan para orang tua telah berganti menjadi kekhawatiran nyata. Sebab, waktu bermain yang dulu dihabiskan di halaman rumah, kini tergantikan dengan layar digital.
Ketua Persatuan Olahraga Tradisional Indonesia (Portina) Kabupaten Cirebon, Siska Karina, mengatakan, permainan sekelompok anak-anak tersebut sebagai upaya menghidupkan kembali olahraga tradisional warisan budaya yang tak hanya menyenangkan, tetapi juga sarat nilai edukatif.
Berbagai permainan yang dilakukan anak-anak tersebut menjadi titik awal sebuah gerakan kultural yang digagas Portina.
“Olahraga tradisional bukan sekadar permainan, tapi menjadi sarana pendidikan karakter yang sangat efektif,” ujar Siska Karina, Senin, 7 Juli 2025.
Menurut Siska, olahraga seperti egrang, gobak sodor, tarik tambang, engklek dan olahraga tradisional lainnya merupakan aktivitas yang menyimpan nilai-nilai luhur seperti kerja sama, sportivitas, disiplin, dan keberanian.
Dalam olahraga tradisional ini, kata Siska, anak-anak tidak hanya bergerak secara fisik, tapi juga belajar bernegosiasi, menyelesaikan konflik, hingga menerima kekalahan dengan lapang dada.
Di era serba digital ini, lanjut Siska, dominasi gawai dalam kehidupan anak-anak menjadi tantangan terbesar.
“Dengan bermain game, anak-anak memang anteng, tapi mereka kehilangan interaksi sosial yang nyata,” ucapnya.
Siska menyampaikan, saat ini Portina Kabupaten Cirebon tengah menyusun berbagai program strategis untuk memperkenalkan kembali olahraga tradisional kepada generasi muda.
Program strategis ini bukan sekadar upaya pelestarian budaya, tapi juga cara untuk membangun karakter anak-anak dengan pendekatan yang menyenangkan dan membumi.
“Kami ingin menggelar pelatihan, lomba antar sekolah, dan festival olahraga tradisional di berbagai kecamatan,” paparnya.
Karena itu, ia pun mendorong sekolah-sekolah agar tidak ragu menjadikan olahraga tradisional sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler. Ia menilai, pendekatan ini bisa menjadi bentuk pendidikan karakter yang lebih kontekstual dan menyatu dengan budaya lokal.
Ia menegaskan, pendidikan karakter tidak harus selalu dalam bentuk ceramah atau teori, tapi bisa lewat olahraga yang membentuk jiwa kebersamaan dan rasa saling menghargai.
Olahraga tradisional tersebut harus menjadi gerakan bersama. Kini, saatnya semua pihak peduli memanfaatkan peluang yang ada untuk membangun generasi yang sehat, tangguh, dan cinta budaya bangsa.
Dalam jangka panjang, Portina menargetkan terbentuknya komunitas olahraga tradisional di setiap desa dan kelurahan di Kabupaten Cirebon.
“Dengan begitu, anak-anak bisa kembali mengenal olahraga yang pernah mengisi masa kecil orang tua mereka, sekaligus menjadikannya bagian dari gaya hidup sehat dan berbudaya,” ungkapnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















