SUARA CIREBON – Permasalahan yang melilit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun hingga menyebabkan tingkat kunjungan turun drastis, mulai terurai. Rujukan berjenjang, kuota 30 persen, hingga persaingan tidak sehat antarrumah sakit (RS) yang diduga menjadi penyebabnya.
Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi, mengatakan, akan menyurati BPJS Kesehatan pusat untuk meminta sistem rujukan berjenjang dengan ketentuan 30 persen dievaluasi.
“Sistem rujukan berjenjang dengan ketentuan tersebut memaksa RSUD Arjawinangun sebagai RS tipe B, harus terus menunggu setelah kuota rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam hal ini RS tipe D dan C terpenuhi hingga 30 persen, baru bisa menerima pasien,” kata Bambang Sumardi, Kamis, 24 Juli 2025.
Menurutnya, sistem rujukan berjenjang dengan ketentuan tersebut dinilai sangat merugikan RSUD Arjawinangun. Pasalnya, terbukanya sistem rujukan untuk RSUD Arjawinangun sangat tipis.
“Rujukan berjenjang itu (sistem, red) yang terbuka untuk RS tipe C dulu. Kalau misalnya sudah terisi 30 persen, baru terbuka untuk RS yang tipe B. Karena RS tipe C-nya banyak, ya enggak penuh-penuh tuh,” paparnya.
Bambang menambahkan, sistem rujukan untuk RS tipe B baru terbuka mulai pukul 11 sampai pukul 12.00 WIB. Hal itu menyebabkan rujukan yang masuk dari RS tipe B sepertyi RSUD Arjawinangun jumlahnya sangat minim. Sementara sistem untuk RS swasta terbuka dari pagi sampai sore.
“Keinginan saya sih mendingan tidak ada kuota, inginnya semua kebuka dari pagi. Jadi tidak usah nunggu 30 persen dulu baru kebuka,” tegasnya.
Selain itu untuk mengatrol kembali tingkat kunjungan pasien ke RSUD Arjawinangun, pihaknya akan mendorong adanya Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pelayanan. Perbup tersebut, nantinya mengatur rujukan ke FKRTL untuk masyarakat miskin yang terkover BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) hanya ke RS Pemda.
“Jadi, masyarakat tidak mampu yang dibiayai oleh pemerintah daerah, rujukannya itu ke RS daerah,” ujar Bambang.
Saat ini, draf Perbup tersebut sudah diluncurkan ke Dinas Kesehatan untuk dilakukan koreksi, setelah itu draf langsung masuk ke Bagian Hukum Setda Kabupaten Cirebon. Diakui Bambang, proses terbitnya Perbup akan memakan waktu agak lama, mengingat harus melalui proses sinkronisasi terlebih dahulu dengan peraturan dari pemerintah pusat.
“Kalau dulu Perbup itu seminggu sampai dua minggu jadi, tapi sekarang harus sinkronisasi dengan pusat, jadi harus nunggu itu dulu,” kata Bambang.
Disingung soal adanya pemberian fee kepada tenaga kesehatan (nakes) yang mengantarkan pasien ke RS swasta, Bambang mengaku sudah mendapatkan fakta tersebut. Ia mengungkapkan, isu pemberian fee bukan sekadar isapan jempol, mengingat fakta telah ditemukan adanya oknum nakes yang mengarahkan pasien ke RS swasta tertentu.
“Fakta tersebut didapati ketika tim gabungan dari RSUD Arjawinangun dan BPJS Kesehatan melakukan penelusuran lapangan. Kami turun ke lapangan mengecek kebenarannya, ternyata benar ada oknum yang mengarahkan,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















