SUARA CIREBON – Pendangkalan hebat yang terjadi pada Sungai Selopengantin membuat aktivitas nelayan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, lumpuh.
Pasalnya, saat air surut, sungai yang menjadi tempat sandar perahu nelayan itu, berubah menjadi kolam lumpur.
Tak tanggung-tanggung, sungai kolam lumpur itu membentang sepanjang sekitar 500 meter dari jembatan hingga ke muara, dengan lebar rata-rata 30 meter.
Sebanyak 250 perahu nelayan Desa Citemu dan sekitarnya tidak bisa melaut, karena terjebak lumpur. Akibatnya, ribuan orang yang menggantungkan hidup dari aktivitas melaut, hanya bisa pasrah menunggu air pasang untuk bisa kembali bekerja.
Kuwu Citemu, Herintiano, mengaku sudah habis akal untuk mengatasi persoalan tersebut. Pasalnya, permohonan normalisasi Sungai Selopengantin yang diajukan ke pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung (Cimancis) hingga kini tak membuahkan hasil.
Herintiano mengaku telah berkali-kali mengajukan permohonan normalisasi kepada BBWS Cimancis selaku pihak yang memiliki kewenangan atas sungai. Namun permohonan yang disampaikan secara lisan dan tertulis itu tak kunjung direalisasi.
“Bahkan, surat permohonan normalisasi sungai yang dilampiri rekomendasi dan ditandatangani langsung oleh Bupati Cirebon, H. Imron pun, nyatanya tak cukup ampuh untuk menggerakkan BBWS Cimanuk-Cisanggarung untuk melakukan normalisasi,” kata Herintiano, Selasa, 29 Juli 2025.
Ia mengakui, pada tahun 2022 lalu, Sungai Selopengantin sempat menerima satu kali pengerukan sungai. Setelah itu, permohonan hanya mendapat janji, bukan aksi.
“Kami sudah mengajukan (pengerukan, red) setahun bisa dua sampai tiga kali ke BBWS. Tapi ya, sampai sekarang tidak ada realisasi. Hanya diminta nunggu kabar, terus begitu tiap tahun,” kata Herintiano.
Padahal, lanjut Herintiano, sekitar 90 persen warga Desa Citemu menggantungkan hidup dari laut. Ketika sungai dangkal, maka penghidupan warganya ikut lumpuh. Apalagi dengan kondisi ekonomi nelayan yang sedang paceklik, abainya pemerintah terhadap urusan normalisasi sungai menjadi pukulan tersendiri bagi nelayan.
“Di sini ada sekitar 250 perahu yang aktif melaut. Kalau satu perahu diawaki 3-5 orang, sudah berapa ribu warga yang terdampak tidak bisa melaut karena perahu tidak bisa menuju laut gara-gara terjebak lumpur,” tegasnya.
Ia menyebut, BBWS Cimancis pernah melakukan uji coba penyedotan lumpur di tahun 2024, tetapi hasilnya tidak jelas. Kegiatan itu terhenti tanpa kabar apakah gagal atau dibatalkan.
Herintiano menambahkan, warga dan Pemerintah Desa Citemu sudah mengajukan permohonan normalisasi sungai sebanyak tiga kali, tahun 2022, 2023, dan terakhir Mei 2025. Namun sejauh ini, tak satu pun permintaan itu berbuah tindakan nyata.
“Kami sudah merasa lelah juga. Bahkan rekomendasi Bupati pun sudah kami lampirkan. Tapi sampai sekarang belum juga ditanggapi. Padahal itu bentuk serius permohonan kami,” tandasnya.
Senada, warga sekaligus nelayan Citemu, Sutirno, mengaku kesulitan setiap kali hendak melaut. Saat malam hari, waktu yang biasanya digunakan nelayan untuk berangkat melaut, sungai justru dalam keadaan surut dan penuh lumpur. Akibatnya, banyak perahu yang gagal berangkat dan memilih pulang dengan tangan kosong.
“Kendalanya ya kita kalau mau melaut juga susah keluarnya, karena sungai itu setiap hari dangkal. Kalau malam, surut. Jadi banyak yang pulang lagi. Itu kendala nelayan,” ungkap Sutirno dengan nada geram.
Sutirno mengaku bersama para nelayan lain pernah mendatangi Pendopo Bupati untuk meminta rekomendasi dari Bupati terkait permohonan normalisasi ke pihak BBWS Cimancis. Namun, meski permohonan normalisasi telah melampirkan rekomendasi yang ditandatangani Bupati Cirebon, BBWS Cimancis tetap bergeming.
“Kalau Bupati saja tidak ada taringnya, apalagi nelayan. Jadi jangan lagi bicara kesejahteraan untuk nelayan? Ini sudah tiga tahun belum ada normalisasi,” ujarnya.
Sutirno pun tak menampik bahwa situasi ini memunculkan wacana aksi protes. Ia menyebut, jika cara baik-baik tidak ditanggapi, maka rapat nelayan akan digelar untuk menyusun langkah selanjutnya.
“Mungkin nanti kita akan kumpulkan nelayan rapat. Kalau pemerintah tidak ada tanggapan, bisa jadi ada demo. Nelayan ini katanya nomor satu untuk perut bangsa, tapi kok malah begini?” tegasnya.
Terpisah Kepala BBWS Cimancis, Dwi Agus Kuncoro, mengatakan, terkait proposal normalisasi sungai nelayan Desa Citemu yang melampirkan disposisi Bupati Cirebon, telah masuk daftar realisasi.
Dwi Agus berkilah, saat ini tengah banyak sekali permintaan normalisasi yang masuk ke BBWS, sehingga pihaknya sedang mengatur jadwal untuk pelaksanaan normalisasi di Sungai Selopenganten Desa Citemu.
“Nanti kita atur jadwalnya setelah pekerjaan di Ambulu selesai, kita bisa ke Sungai Selopenganten, meskipun sekarang ini wilayah Gebang Kabupaten Cirebon dan Prapag Kabupaten Brebes meminta hal yang sama,” katanya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















