SUARA CIREBON – Warga Kabupaten Cirebon menjadi target pasar bank keliling atau yang dikenal dengan sebutan bank emok.
Maraknya praktik bank emok, lantaran masih banyak masyarakat yang memerlukan kredit atau pinjaman uang dengan pelayanan yang cepat dan prosedur yang dinilai tidak ribet, meski dengan risiko jasa cukup besar.
Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kabupaten Cirebon, Pandi, mengatakan, keberadaan bank emok bukan hanya diminati, tapi juga dikenal luas oleh masyarakat.
Padahal, jasa yang ditawarkan bank yang lebih banyak menyasar masyarakat bawah ini, tidak sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada.
Ironisnya, lanjut Pandi, jumlah bank emok di Kabupaten Cirebon cukup banyak. Hasil penelusuran Dekopinda di lapangan, diketahui operasional bank emok ini tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada.
Menurut Pandi, regulasi sesuai Peraturan Menteri Koperasi (Permenkop) Nomor 8 tahun 2003 telah mengatur jasa pinjaman maksimal 24 persen per tahun atau 2 persen per bulan.
Sementara jasa dari bank emok berdasarkan penelusuran Dekopinda, berada di atas 5 persen bahkan sampai 10 persen per bulan.
“Bank emok itu jasanya di atas 5 persen, bahkan sampai 10 persen,” ujar Pandi, Jumat, 8 Agustus 2025.
Ia mengatakan, banyaknya masyarakat yang mengandalkan bank emok ini menunjukkan bahwa ekonomi masyarakat masih lemah.
“Ini dilema, jasanya besar tapi masyarakat mau. Bedanya hanya pelayanan cepat, tidak ada birokrasi, tidak ada akad dan jaminan. Ini tandanya ekonomi masyarkat masih lemah,” kata Pandi.
Karena itu, menurut Pandi, Dekopinda bersama pemerintah berkewajiban untuk membenahi dengan mengarahkan masyarakat untuk memanfaatkan jasa pinjaman yang sesuai dengan aturan.
Pandi menyebut, Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih bisa menjadi salah satu solusi untuk mengikis keberadaan bank emok. Terlebih, unit usaha yang dikelola Kopdes Merah Putih ini tidak dibatasi. Sehingga memungkinkan lebih banyak menyerap keterlibatan masyarakat, termasuk dalam simpan pinjam.
Di mana, meurut dia, Kopdes Merah Putih bisa membuka unit usaha lainnya seperti mengelola makanan, mengelola hasil laut, hasil pertanian, usaha material, menjadi agen gas, agen beras, dan lainnya sesuai dengan potensi di desa masing-masing.
“Kita sesuaikan dengan potensi desa masing masing, kalau bisa simpan pinjam silakan, tapi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” paparnya.
Pandi menegaskan, Dekopinda dan Dinkop UKM juga berupaya mengubah mindset (pola pikir) masyarakat terkait dana pinjaman dari kopdes yang modalnya dari pemerintah. Sebab, biasanya kalau dana dari pemerintah dipinjamkan kepada masyarakat, rerata disebut bantuan.
“Mindset ini ingin kita luruskan. Jadi yang dapat pinjaman itu yang menjadi anggota, nah anggota ini sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















