SUARA CIREBON – Tokoh dan Juru Bicara Keraton Kanoman Cirebon, Ratu Mawar Kartina SH MH menegaskan pentingnya Pesanggrahan Giri Amparan Djati sebagai salah satu situs bersejarah dalam proses awal Islamisasi Nusantara.
Hal itu ia ungkapkan dalam Seminar Sejarah Cirebon bertema “Kontribusi Syekh Nurjati dalam Pembentukan Transmisi Keilmuan di Cirebon” yang menjadi rangkaian Dies Natalis ke-60 kampus setempat.
Seminar ini digelar di Masjid Puser Bumi, kompleks Makbaroh Syekh Nurjati, Selasa, 19 Agustus 2025.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengutip prasasti yang menegaskan posisi Amparan Djati sebagai tempat Syekh Maulana Dzatul Kafi (Syekh Nurjati/Syekh Nur Djati) meletakkan dasar-dasar dakwah Islam di tanah Jawa.
“Di bukit inilah Syekh Maulana Dzatul Kafi sebagai salah satu peletak awal proses Islamisasi di Nusantara. Dan di tempat inilah berkumpulnya Walisongo untuk belajar menimba ilmu sekaligus bermusyawarah,” tutur Ratu Mawar.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam tradisi lisan Cirebon, Amparan Djati dikenal sebagai “puser bumi” atau pusat bumi, yang dipandang sebagai pusat kosmologis, spiritual, sekaligus simbol awal peradaban Islam di Cirebon.
Menurut kepercayaan lokal, kawasan ini juga merupakan cikal bakal berdirinya “pengguron” atau pusat pendidikan Islam pertama di Cirebon yang berfungsi bukan hanya sebagai lembaga formal, melainkan juga padepokan atau pesantren awal.
Tempat ini diyakini menjadi ruang penting bagi para wali dalam menyebarkan ajaran Islam, ilmu pengetahuan, sekaligus nilai-nilai kebudayaan.
Ratu Mawar menegaskan, Amparan Djati memiliki tiga makna mendasar, yaitu pusat spiritual (puser bumi) titik keseimbangan kosmos Cirebon. Kemudian awal mula pengguron tempat dimana lahirnya lembaga pendidikan Islam pertama di Cirebon. Lalu simbol penyebaran Islam Walisongo, terutama melalui dakwah Sunan Gunung Jati dan jejaring murid-muridnya.
Dari fondasi tersebut, lanjutnya, lahirlah banyak pengguron dan pesantren yang berkembang pesat di wilayah Cirebon dan sekitarnya, menjadikan Cirebon sebagai salah satu pusat intelektual dan spiritual Islam di Nusantara.
“Kita sebagai makhluk Allah yang lemah jangan pernah sombong, jumawa, atau mengaku paling kaya dan sempurna. Karena sesungguhnya di hadapan Allah SWT, yang akan diperhitungkan hanyalah iman dan amal ibadah kita,” pesan Ratu Mawar.
Dengan refleksi tersebut, Amparan Djati tidak hanya dipandang sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai cermin spiritualitas yang mengajarkan kerendahan hati, keilmuan, dan pengabdian bagi kemaslahatan umat.
Seminar ini menjadi bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-60 UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang diinisiasi oleh Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUA). Kegiatan ini tidak hanya menyoroti warisan sejarah, tetapi juga menjadi momentum refleksi bagi sivitas akademika untuk memperkuat identitas keilmuan yang berakar pada warisan Syekh Nurjati.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















