SUARA CIREBON – Sekretaris Daerah (Sekda) yang juga mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi menjelaskan, dasar penetapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyebabkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 1.000 persen adalah amanat Undang-Undang Nomor 01 tahun 2022.
Menurut Agus Mulyadi, Undang-Undang Nomor 01 tahun 2022 salah satunya memuat kenaikan tarif PBB yang ada di Undang-Undang Nomor 28 tahun 1992.
“Landasannya amanat undang-undang, kan dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 1992 itu hanya dua tarif maksimum 0,2 persen, kemudian di perubahan Undang-Undang Nomor 01 tahun 2022 jadi 8 tarif maksimum 0,5 persen. Jadi kenaikannya dari 0,2 persen ke 0,5 persen. Itu amanat Undang-Undang-nya,” kata Sekda Agus Mulyadi, menanggapi protes kenaikan PBB yang ditetapkan di era dirinya sebagai Pj Wali Kota Cirebon, Selasa, 19 Agustus 2025.
Agus menyampaikan kenaikan PBB tidak hanya terjadi di Kota Cirebon, tatapi di semua kabupaten/kota se-Indonesia.
“Tidak hanya Kota Cirebon, sepertinya semua daerah mengalami kenaikan, karena dasarnya itu amanat UU,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Gus Mul itu memastikan, kenaikan PBB tidak sepenuhnya 1.000 persen seperti banyak diberitakan. Pasalnya, saat masih menjabat Pj Wali Kota Cirebon, dirinya mengeluarkan kebijakan relaksasi atas kenaikan PBB sebagai konsekuensi penerapan UU Nomor 01 tahun 2022 tersebut.
“Di tahun 2024 kita memberikan relaksasi dan diskon jadi tidak sepenuhnya 1.000 persen,” tegas Gus Mul.
Terkait adanya perbedaan pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Gus Mul menjelaskan, hal tersebut terkait dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Karena dari masing-masing NJOP-nya, misalnya NJOP nya Rp0-500 juta itu tarifnya 0,1, tapi di atas Rp3 miliar itu tarifnya 0,5,” katanya.
Jika perda sudah direvisi Gus Mul memastikan tarif PBB akan turun dari 0,5 persen menjadi 0,3 persen.
“Dalam pembahasan perda mereka (masyarakat yang menolak) akan kami ikutsertakan,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo mengatakan, Perda No 1 tahun 2024 tersebut, sudah ada sebelum dirinya dilantik sebagai Wali Kota Cirebon. Pasalnya, perda tersebut disahkan pada masa kepemimpinan Pj Wali Kota Cirebon, H Agus Mulyadi.
“Itu kan sebenarnya keputusan beberapa tahun yang lalu sebelum saya terpilih dan satu bulan setelah saya terpilih, saya langsung melakukan evaluasi,” kata Edo menyikapi tuntutan Paguyuban Pelangi Cirebon untuk membatalkan kenaikan PBB-P2 1.000 persen, Kamis, 14 Agustus 2025.
Menurut Edo, formulasi kenaikan PBB berasal dari Kementerian Dalam Negeri yang memberikan delapan opsi. Opsi itu kemudian dipadukan oleh Pemerintah Kota Cirebon sehingga tarif yang berlaku bervariasi.
“Soal warga yang punya bukti PBB 2023 kemudian naik drastis di tahun berikutnya, monggo itu semuanya dari Depdagri. Itu kan ada delapan pilihan yang di-mix oleh pemerintah kota, jadi (kenaikan, red) akan berbeda-beda,” jelas dia.
Edo juga membantah ada kenaikan PBB hingga 1.000%. Menurutnya kenaikan pajak hanya beberapa persen saja.
“Sebetulnya tidak sampai 1.000 persen, tapi memang ada kenaikan,” katanya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















