SUARA CIREBON – Ratusan kolektor senjata pusaka dan pegiat budaya dari berbagai daerah ambil bagian dalam Pameran Keris Nasional yang digelar di Pendopo Bupati Cirebon, Jumat hingga Minggu, 12-14 September 2025.
Pameran dengan tema “Eksistensi Gaman Jawa Barat” ini menjadi sarana melestarikan warisan leluhur sekaligus memperkenalkan nilai kearifan lokal kepada generasi muda di tengah derasnya arus teknologi digital.
Dari sejumlah senjata pusaka yang dipamerkan, ada satu yang menjadi sorotan yakni keris yang dinamai Ki Dhukun. Keris bergagang lapisan emas murni tersebut ditaksir berharga Rp2 miliar, satu nilai yang cukup prestisius untuk sebilah keris.
Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya, Basuki Teguh Yuwono, mengapresiasi penyelenggaraan pameran yang dinilainya mampu memperkuat ekosistem kebudayaan.
Menurut Basuki, kegiatan seperti ini tidak hanya memperlihatkan koleksi keris, tetapi juga melibatkan berbagai pihak mulai dari komunitas, pemerintah daerah, hingga sektor swasta dalam pelestarian budaya.
“Kita harus menyadari Indonesia adalah negara ‘mega diversity’. Keris adalah contoh nyata warisan budaya yang hampir setiap daerah memiliki ciri khasnya,” kata Basuki.
Ia menegaskan, pelestarian budaya harus dijalankan secara sinergis agar warisan leluhur dapat terus diwariskan. Payung hukum melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, menjadi pijakan penting menjaga empat pilar utama yakni pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Basuki berharap, pameran semacam ini terus digelar secara berkesinambungan, sehingga mampu memperkuat identitas bangsa dan menjadi pengikat kebersamaan masyarakat di tengah keberagaman.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cirebon, Abraham Mohammad, mengatakan pameran ini merupakan ikhtiar menjaga identitas budaya daerah melalui pengenalan tosan aji.
“Esensinya bagaimana kita menyosialisasikan kepada generasi muda yang sekarang sering main gawai, agar bisa mencintai kearifan lokal berupa tosan aji,” kata Abraham.
Abraham menjelaskan, berbagai benda seperti keris, tombak, hingga golok bukan hanya dikaitkan dengan unsur mistis, melainkan hasil tempa tradisi yang sarat nilai budaya nusantara.
Dengan menghidupkan kearifan lokal, identitas budaya Cirebon akan semakin kuat. Karena itu, pemerintah daerah menempatkan pameran sebagai agenda yang perlu digelar secara berkelanjutan.
Ketua Paguyuban Saketi selaku inisiator pameran keris, Gunawan Wibiksana, mengatakan, pameran tahun ini diikuti sekitar 200 peserta dengan 100 meja koleksi. Jumlah itu sengaja dibatasi mengingat tingginya antusiasme para kolektor.
“Kalau tidak dibatasi, bisa lebih dari itu. Peserta datang dari Lombok, Bali, hingga Surabaya. Harusnya kalau didata bisa ribuan,” ujar Gunawan.
Gunawan menyampaikan, pameran kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya, dan baru pertama kali dilakukan di Jawa Barat, karena menghadirkan demonstrasi tempa keris dan ukir gagang keris.
Ia menuturkan, keris yang dulunya berfungsi sebagai senjata mengalami evolusi menjadi peninggalan sejarah, seni, dan budaya. Hal itu mendorong perlunya edukasi agar generasi muda bisa memahami nilai sebenarnya.
Pihaknya, sejak empat tahun terakhir menggandeng Disbudpar dan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon mengadakan seminar tentang gaman. Kegiatan tersebut ditujukan bagi guru SMP, agar dapat menyampaikan pemahaman tosan aji di sekolah.
“Edukasi ini penting supaya keris tidak lagi dianggap menakutkan. Dogma negatif soal keris sebenarnya warisan kolonial Belanda, agar masyarakat tidak lagi membawa senjata tajam,” kata Gunawan.
Ia menyebutkan, pada masa penjajahan banyak orang Belanda yang tewas akibat keris, sehingga kemudian dibuat stigma bahwa benda itu membawa sial. Padahal, keris justru merupakan simbol kearifan dan keteguhan masyarakat nusantara.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















