SUARA CIREBON – Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Kabupaten Cirebon angkat bicara terkait penggantian menu dalam program Makan Berbasis Gizi (MBG) dari real food menjadi makanan kemasan atau makanan ringan.
Ketua Persagi Kabupaten Cirebon, Sartono, menegaskan, menu makanan MBG tidak boleh diganti dengan makanan ringan atau makanan kemasan. Menurut Sartono, tidak ada satu pun teori gizi yang memperbolehkan MBG diberikan dalam bentuk makanan ringan.
Ia menegaskan, pemberian makanan ringan ini berisiko cukup besar karena hampir semua makanan ringan merupakan olahan pabrik yang mayoritas tinggi natrium karena adanya pengawet.
“Kemudian rasanya pasti lebih gurih. Jadi proteinnya enggak bakal dapat, karena makanan olahan tuh tinggi di kalorinya tapi proteinnya kecil, mikronaturnya juga kecil, apalagi vitamin,” ujar Sartono, Selasa, 28 Oktober 2025.
Namun, menurutnya, pemberian makanan ringan atau makanan kering dalam program MBG ini ada toleransi dengan standar yang disusun oleh ahli gizi. Makanan tersebut bisa diberikan ketika pelajar sebagai penerima manfaat sedang berpuasa.
“Karena itu kan haknya kan, itu toleransinya,” kata Sartono.
Sartono menjelaskan, menu MBG di Kabupaten Cirebon merupakan rancangan Persagi Kabupaten Cirebon. Awalnya, Persagi membuat rancangan menu MBG dengan nama Siklus 20 Hari. Menu tersebut berarti setiap 20 kali pemasakan, maka setelah itu menu akan kembali ke menu awal.
Menurutnya, menu Siklus 20 Hari tersebut telah melalui perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) berdasarkan anggaran yang ada. Kemudian, Persagi menghitung kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan. Satu menu dapur MBG bisa memenuhi 35 persen kecukupan harian.
“Jadi misal kalau anak SMP kan butuh 2050 kalori dalam satu hari, nah sepertiganya itu kita berikan ketika menu di sekolah. Itu sudah kita itung dari awal dan kita pastikan terpenuhi,” paparnya.
Hanya saja, menu yang sudah dirancang oleh Persagi tersebut ditengarai tidak sepenuhnya disepakati oleh SPPG. Pasalnya, ahli gizi ini berada dalam satu tim dengan kepala SPPG, dan kepala Akuntan yang memungkinkan bisa memengaruhi rancangan tersebut. Sehingga menu MBG tidak sesuai dengan rancangan ahli gizi.
“Sekarang masalahnya begini, apakah menu yang kita rancang itu disepakati enggak sama teman-teman SPPG?. Karena bagaimanapun, teman-teman gizi kan satu tim dengan kepala SPPG, kepala akuntan. Kadang-kadang mungkin juga dapur ikut memengaruhi itu, nah kita enggak tahu karena kita enggak sampai ke situ. Tapi kami pastikan dari awal menu sudah standar,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon banyak menerima laporan terkait paket menu Makan Berbasis Gizi (MBG) yang diganti dengan makanan olahan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG.
Setiap Sabtu, SPPG mengganti menu MBG dengan makanan olahan seperti biskuit, roti, susu dan sejenisnya.
Ketua Tim Kerja Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Kabupaten Cirebon, Musrifah, mengatakan, meski banyak menerima laporan terkait hal tersebut, namun pihaknya mengaku tak bisa berbuat banyak.
“Banyak laporan kalau setiap hari Sabtu ada SPPG menganti makanan real food menjadi makanan olahan seperti biskuit, roti dan susu serta sebagainya,” ujar Musrifah, Senin, 27 Oktober 2025.
Sebagai ahli gizi, Musrifah sangat tidak menyarankan menu MBG diganti dengan makanan olahan pabrik. Pasalnya, kandungan gula di dalam roti dan biskuit cukup tinggi. Sementara untuk susu yang disajikan, kebanyakan dicampur air dan gula dengan kandungan susu yang minim.
“Kami dari ahli gizi tidak menyarankan. Sebagai seorang ahli gizi saya lebih menyarankan real food dari pada makanan olahan,” kata Musrifah.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















